top of page
Search

Atasi Dampak 'Ring of Fire', Deputi Gubernur DKI: Jakarta Harus Jadi Kota Berketahanan

Updated: Sep 6, 2021

Sumber:


Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah mengajukan Konsep Kota Berketahanan sebagai dukungan unsur Pemerintah Daerah dalam menghadapi ancaman hibrida sesuai dengan dimensi dan jenis ancaman yang dihadapi.


Hal itu disampaikan Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata Dadang Solihin mewakili Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menjadi pembicara pada Sidang Pleno Pertahanan Militer dan Pertahanan Nir Militer pada Konferensi Nasional Sishankamrata Abad 21 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan RI di Aula Merah Putih Universitas Pertahanan RI Sentul, Selasa (15/6/2021) lalu.


Menurut Dadang, dengan Visi 'Jakarta berketahanan yang menyediakan kesempatan setara bagi seluruh warganya untuk hidup aman, sehat, sejahtera, dan bahagia melalui pelayanan publik dan inovasi', pihaknya mengajukan konsep Kota Berketahanan bertajuk: Jakarta SIAP, Jakarta SEHAT, dan Jakarta TERHUBUNG.


"Konsep tersebut merupakan pilar utama dengan Tata Kelola Pemerintahan serta Kohesi Sosial sebagai pilar pendukung dalam mewujudkan Ketahanan Kota Jakarta," ujar Dadang kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/8/2021).


Dadang yang Alumni Lemhannas PPRA 49 (2013) ini menjelaskan, Jakarta merupakan salah satu kota besar dunia yang rentan terhadap berbagai guncangan dan tekanan lantaran berada di delta dan jalur cincin api (ring of fire) Pasifik dimana guncangan berupa banjir dan gempa bumi menjadi ancaman utamanya.


Ia menyebutkan bahwa ketidakteraturan pemanfaatan ruang yang ditandai banyaknya kawasan padat dan kumuh juga meningkatkan kerentanan Jakarta pada bencana kebakaran dan kerap memicu gesekan antar masyarakat serta masalah sosial lainnya.


"Selain itu, tingkat urbanisasi di Jakarta yang tinggi tak terhindarkan karena statusnya sebagai Ibu kota Indonesia sekaligus pusat kegiatan bisnis berskala internasional. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk Jakarta. Sementara, kondisi ini diperburuk dengan tingginya jumlah penglaju dari wilayah Bodetabek," paparnya.


"Pertambahan penduduk dan keberadaan penglaju berdampak pada meningkatnya keragaman dan intensitas tekanan di Jakarta yang diantaranya berupa meningkatnya kemacetan, tindak kriminalitas, serta kebutuhan terhadap sumber daya air, penanganan sampah dan air limbah, serta pelayanan dasar lainnya," lanjutnya.


Dengan berbagai risiko guncangan dan tekanan yang dihadapi tersebut, kata Dadang, menjadi sebuah keniscayaan bagi Jakarta untuk menjadi kota berketahanan.


Sementara mengenai Ketahanan Kota, Dadang menyampaikan bahwa penduduk dunia diperkirakan mencapai 9,5 miliar jiwa pada tahun 2050, dan sekitar 75% diantaranya tinggal di daerah perkotaan. Meningkatnya jumlah penduduk, kata Dadang, menciptakan kebutuhan baru terhadap sumber daya dan berpotensi mengakibatkan gagalnya sistem dan fungsi kota.


"Kondisi ini diperburuk dengan adanya fenomena perubahan iklim yang meningkatkan kejadian bencana, berpotensi memperburuk tekanan (stresses), dan menciptakan guncangan (shocks) baru pada wilayah perkotaan," ungkapnya.


Oleh sebab itu, lanjut Dadang, kota harus mampu melakukan tindakan mitigasi dan adaptasi dalam menghadapi perubahan agar dapat terus bertahan di masa depan.


Lebih lanjut Dadang menuturkan, pada dasarnya tekanan merupakan kejadian yang terus melemahkan sistem dan fungsi kota, yang dapat berupa penurunan tanah, buruknya manajemen sumber daya, dan rendahnya pelayanan dasar bagi masyarakat. Sedangkan guncangan merupakan kejadian yang mengancam kehidupan di kota seperti bencana alam dan bencana yang diakibatkan kesalahan manusia.


"Dengan demikian, ketahanan kota dapat diartikan sebagai siapnya kapasitas individu, komunitas, swasta, dan sistem di dalam kota untuk bersiap, beradaptasi, bertahan, dan menjadi lebih kuat menghadapi berbagai jenis tekanan dan guncangan yang dialami," ujarnya.


Dadang menilai bahwa Ketahanan Kota penting karena guncangan dan tekanan terhadap sistem kota memberikan dampak signifikan pada kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi kota. Kerusakan pada infrastruktur dasar secara cepat mampu menghentikan aktivitas ekonomi kota.


"Lingkungan yang rusak, hilangnya sumber daya, dan terganggunya keharmonisan sosial masyarakat dapat menjadi beban baru terhadap proses pembangunan kota yang berpengaruh pada upaya perwujudan kesejahteraan masyarakat kota," jelasnya.


Atas dasar pemikiran diatas, Dadang mengatakan, Strategi Ketahanan Kota akan memiliki peran di antaranya untuk memeberikan masukan bagi Perencanaan Pembangunan.


"Strategi Ketahanan Kota Jakarta memberikan masukan bagi proses perencanaan kota dan memperkaya nilai ketahanan dalam berbagai kegiatan menghadapi tekanan dan guncangan di DKI Jakarta, baik di masa sekarang maupun yang akan datang," ucapnya.


Strategi tersebut, jelas Dadang, selain selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta 2018-2022 dan Kegiatan Strategis Daerah (KSD) DKI Jakarta, juga menjadi masukan terhadap revisi serta penyusunan RPJMD dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJD) kedepan sehingga terjadi internalisasi ke dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) di setiap tahunnya.


Selanjutnya Dadang mengungkapkan, upaya dalam membangun ketahanan Kota Jakarta sebenarnya sudah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan; baik pemerintah dengan berbagai program dan kebijakannya, swasta dan kelompok masyarakat dengan aneka kegiatannya, hingga beragam riset yang dilakukan para akademisi.


Meskipun demikian, kata Dadang, berbagai upaya tersebut masih dilakukan secara terpisah sehingga belum memberikan dampak yang optimal. "Strategi Ketahanan Kota Jakarta diharapkan mampu menjadi payung dan acuan bagi beragam program, kegiatan, bahkan riset dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan," jelasnya.


Menurut Dadang, Pemerintah harus menyedikan ruang untuk berkolaborasi. Ia menyebut, Strategi Ketahanan Kota Jakarta disusun menggunakan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di DKI Jakarta, baik pemerintah maupun nonpemerintah, yang memungkinkan keterpaduan implementasi Strategi Ketahanan Kota.


Adapaun Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) menjadi Karakteristik yang perlu dimiliki oleh sebuah kota berketahanan, karakteristik tersebut yakni :


1. Reflektif (Reflective). Sistem kota yang mampu belajar dari pengalaman yang telah terjadi sebelumnya.


2. Memiliki Beragam Alternatif Solusi (Resourceful). Dalam rangka menghadapi tekanan dan guncangan, kota perlu memiliki alternatif solusi atau rencana guna bertindak dengan cepat dan tepat di dalam situasi krisis.


3. Inklusif (Inclusive). Proses pengambilan keputusan yang membuka peluang keterlibatan pemangku kepentingan.


4. Terpadu (Integrated). Berbagai sistem yang mendukung berjalannya kehidupan kota perlu dipadukan sehingga tekanan dan isu di kawasan perkotaan yang kompleks dapat diselesaikan secara tepat guna dan tepat sasaran.


5. Kokoh (Robust). Sistem kota yang direncanakan dengan baik dan seksama, terpelihara dengan baik, dan dipahami secara menyeluruh oleh seluruh warga kota.


6. Persiapan Cadangan (Redundant). Kota perlu menyiapkan cadangan sumber daya sebagai bagian dari alternatif solusi atau rencana dalam menghadapi krisis.


7. Fleksibel (Flexible). Sistem kota yang mampu beradaptasi dalam menghadapi kondisi kawasan perkotaan yang senantiasa dinamis.


"Atas hal itu, ketahanan kota menjadi sangat penting guna menjaga keberlangsungan sistem dan fungsi kota, melindungi dan menghindarkan masyarakat dari kerugian yang lebih besar, menyiapkan masyarakat kota agar mampu terus menjadi lebih baik serta bangkit dari keterpurukan," imbuhnya.


Diinformasikan Dadang, doktrin Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata) pada hakikatnya adalah suatu ajaran yang diyakini kebenarannya. Digali dari nilai-nilai perjuangan bangsa dan pengalaman masa lalu untuk dijadikan pedoman bagi penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara yang dihadapkan pada dinamika perubahan dalam bingkai kepentingan nasional.


Dadang menyampaikan bahwa pertahanan dan keamanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan Makmur.


"Sistem pertahanan dan keamanan negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Kerakyatan mengandung makna bahwa pelaksanaan pertahanan dilakukan bersama rakyat dan untuk kepentingan seluruh rakyat," tegasnya.


"Kesemestaan bermakna melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan negara yang utuh dan integral. Kewilayahan mengandung makna bahwa gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyeluruh di wilayah NKRI sesuai dengan kondisi geografi dan kepentingan strategis," tandasnya.


19 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page