Sumber: Kosadata
KOSADATA – Salah satu strategi menumbuhkan ekonomi melalui sektor pariwisata adalah dengan melibatkan perguruan tinggi di antaranya guna mengakselerasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga perbaikan ekonomi pasca Pandemi Covid-19 berdampak nyata bagi masyarakat luas.
Tenaga Profesional (Taprof) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Dadang Solihin mengatakan, perguruan tinggi dengan tugas sucinya yang dikenal dengan istilah Tri Dharma, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat dapat diimplementasikan ke dalam pengembangan wisata daerah.
Ia menilai, keterhubungan perguruan tinggi dengan wisata daerah merupakan cakrawala baru dalam dunia pemikiran yang bisa dikembangkan saat ini. Menurutnya, bukan hanya peranannya dalam penguatan setiap rantai nilai pariwisata seperti mulai dari operator, agen perjalanan, transportasi, atraksi wisata, jasa keuangan, jasa boga, akomodasi, dan seterusnya, melainkan, pengembangan wisata pendidikan (educational tourism) dalam rangka pembangunan daerah, atau the Role of Universities in Educational Tourism and Local Development.
Data dari Badan Pusat Statistik, kata Dadang, menunjukan bahwa pada Mei 2010 rata-rata lama tinggal setiap wisatawan mancanegara di Indonesia adalah sekitar 2,66 hari. Sedangkan rata-rata lama bepergian penduduk yang melakukan perjalanan wisata di Indonesia selama Januari-Juni 2018 adalah 3,34 hari.
“Coba kita bandingkan data tersebut dengan lama seseorang mengikuti program pendidikan diploma, sarjana, pascasarjana, maupun program pendidikan non-gelar. Bayangkan bagaimana dahsyat pengaruh rantai nilai program pendidikan terhadap pembangunan daerah,” ujar Deputi Gubernur DKI Bidang Budaya dan Pariwisata 2019-2021 ini saat berbincang dengan Kosadata di Jakarta, Minggu (13/03/2022).
“Kota-kota di Indonesia banyak yang tumbuh dan berkembang karena hadirnya kampus-kampus yang menjadi tujuan para anak bangsa dari pelosok daerah dan para mahasiswa dari manca negara untuk menuntut ilmu. Sebut saja Yogya, Bandung, Bogor dan sebagainya,” sambung mantan rektor sebuah Perguruan Tinggi itu.
Sekretaris Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) DKI Jakarta ini menyampaikan bahwa sejarah Nusantara mencatat, pada abad ke-7 para mahasiswa dari Universitas Nalanda, Bihar, India sudah dikirim ke Kerajaan Sriwijaya di wilayah Barat Daya Sumatera untuk belajar berbagai ilmu pengetahuan dan sastra.
Ia menerangkan, pada masa modern ini keadaan di Indonesia tumbuh sebaliknya di mana universitas-universitas luar negeri sangat gencar berpromosi untuk menarik calon mahasiswa dari Indonesia. Bahkan, kata Dadang, hampir seluruh Kementerian/Lembaga, Pemda, perusahaan swasta, bahkan perguruan tinggi memiliki skema program bea siswa bagi karyawan dan tenaga pendidiknya untuk mengikuti perkuliahan di luar negeri.
“Hal ini baik-baik saja. Namun pertanyaannya sekaligus tantangannya adalah apakah perguruan tinggi Indonesia sudah mulai memikirkan bagaimana caranya menarik sebanyak-banyaknya mahasiswa asing ke Indonesia melalui Educational Tourism Strategy?,”tanya Dadang.
Dadang, yang akan mendapat pengukuhan sebagai Assoc Profesor di Institut STIAMI ini mengatakan, perlu memulai langkah-langkah yang tepat dalam menerapkan educational tourism strategy tersebut guna peningkatan pembangunan daerah.
Menurutnya, berdasarkan tinjauan cakupan literatur tentang pariwisata pendidikan, yaitu jenis pariwisata yang menjadi tujuan utama wisatawan untuk belajar, maka studi yang dilakukan oleh University of Macerata, Italy pada tahun 2020 merangkum pandangan tentang bagaimana Perguruan Tinggi dapat mendorong pembangunan lokal melalui pariwisata pendidikan.
Hasilnya, kata Dadang, menunjukkan bahwa mahasiswa internasional dapat dianggap sebagai turis yang mendidik. Ia meyakini bahwa kunjungan mahasiswa internasional dapat bermanfaat bagi mereka sendiri dan destinasi wisata. Dalam konteks ini, universitas dapat secara aktif memfasilitasi hubungan antara wisatawan dan stakeholders lokal untuk menumbuhkan pembelajaran di destinasi wisata dan meningkatkan keberlanjutan perekonomian daerah.
“Studi ini merekomendasikan bahwa komponen pariwisata harus diperhatikan oleh setiap lembaga yang menyelenggarakan atau mengelola program pendidikan, untuk memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh destinasi untuk pencapaian tujuan pembelajaran,” katanya.
“Menurut hemat saya, sekarang adalah saat yang sangat tepat bagi dunia pendidikan Indonesia untuk membuka diri sebagai destinasi wisata pendidikan agar dapat lebih berkontribusi bagi pembangunan daerah,” sambungnya.
Lebih lanjut Dadang yang pernah menjabat Direktur di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini menjelaskan, jumlah pekerjaan yang diciptakan oleh pariwisata di beberapa daerah sangatlah signifikan. Lapangan kerja ini, menurutnya, tidak hanya menjadi bagian dari sektor pariwisata tetapi juga dapat mencakup sektor pertanian, sektor komunikasi, sektor kesehatan, dan sektor pendidikan.
“Banyak wisatawan melakukan perjalanan untuk merasakan budaya suatu daerah, tradisi yang berbeda, keahlian memasak, dan lain sebagainya. Ini sangat menguntungkan bagi restoran, pusat perbelanjaan, dan warung-warung. Sektor inilah yang dipercaya sebagai penggerak perekonomian daerah. Bukan hanya di negara berkembang, bahkan di negara maju sekalipun. Sebagai contoh kota Melbourne, Australia dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta orang, sekitar 22.000 warganya dipekerjakan oleh sektor pariwisata saja,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Pemerintah daerah menjadikan pariwisata sebagai salah satu sumber unggulan PAD. Untuk itu, pemerintah banyak berinvestasi melalui sektor pendukung pariwisata, salah satunya infrastruktur. Pasalnya, jika ingin lebih banyak lagi wisatawan mengunjungi daerah, maka diperlukan fasilitas yang aman, nyaman dan canggih.
Misalnya, menggencarkan pembangunan jalan, taman-taman kota, ruang publik yang lebih baik, bandara baru, dan mungkin sekolah dan rumah sakit yang lebih baik.
Dadang mengatakan, infrastruktur yang aman dan inovatif memungkinkan kelancaran arus barang dan jasa. Terlebih, masyarakat daerah mengalami peluang pertumbuhan ekonomi dan pendidikan. Dalam hal ini dituntut untuk selalu menerapkan protokol C.H.S.E (4.K.L), yaitu Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability atau Kebersihan, Kesehatan, Keamanan, dan Kelestarian Lingkungan.
“Pariwisata menciptakan pertukaran budaya antara wisatawan dan warga masyarakat. Pameran, konferensi, dan berbagai kegiatan kebudayaan biasanya menarik orang asing. Otoritas penyelenggara biasanya mendapatkan keuntungan dari biaya pendaftaran, penjualan hadiah, ruang pameran, dan penjualan hak cipta media,” imbuhnya.
“Selain itu, turis asing membawa keragaman dan pengayaan budaya ke negara tuan rumah. Pariwisata adalah peluang besar bagi orang asing untuk belajar tentang budaya baru, tetapi juga menciptakan banyak peluang bagi warga masyarakat yang memungkinkan wirausahawan muda untuk membangun produk dan layanan baru,” tandasnya.
תגובות