top of page
Search
Writer's pictureDadang Solihin

Optimalisasi Peran Dewan Riset Daerah guna Efektifitas Pembangunan Nasional

Updated: Aug 31, 2021

Oleh: Dadang Solihin


PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena yang melatarbelakangi penulisan policy paper ini adalah keberadaan Dewan Riset Daerah (DRD) di seluruh Indonesia yang dirasakan belum optimal dalam mendukung efektifitas pembangunan nasional. Menurut Laporan Dewan Riset Nasional (DRN)[1], pada tahun 2011 sebagian besar Pemerintah Daerah yang mencakup Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia telah memiliki DRD, sebagaimana Tabel 1 berikut.

Tabel 1

Daftar Dewan Riset Daerah Provinsi Seluruh Indonesia

Sumber: Dewan Riset Nasional, 2011

* Belum Ada DRD


Keberadaan DRD yang sudah tersebar di hampir seluruh Indonesia diduga belum banyak pengaruhnya dalam mendukung tercapainya efektifitas pembangunan nasional, sebagi contoh peningkatan daya saing global kita. Menurut World Economic Forum 2019, Daya saing Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan Indeks Daya Saing Global 4.0 (GCI 4.0) menempati urutan ke 45. Posisi ini masih sangat jauh di bawah negara tetangga Singapura (2), Malaysia (25), dan Thailand (38). GCI 4.0 adalah indeks yang mengukur daya saing nasional berdasarkan faktor penentu pertumbuhan jangka panjang, yaitu serangkaian institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut.


Tabel 2

The Global Competitiveness Index 4.0 2018 Rankings

Sumber: World Economic Forum, 2019, The Global Competitiveness Report 2018


Sedangkan berdasarkan Global Innovation Index (GII) 2019, Indonesia memiliki skor 29,8 atau peringkat 85 dari 129 negara dunia dan yang kedua terendah di ASEAN[2]. Namun demikian menurut Government Effectiveness Index[3] Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, total indeks EGDI Indonesia adalah 0,4026 dan pada tahun 2018, indeks Indonesia mencapai 0,5258 atau naik 0,1232 poin. Berbagai pencapaian di atas merupakan hasil dari upaya terus menerus yang dilakukan pemerintah untuk mempercepat penerapan e-government di Indonesia[4].


Dalam jangka panjang, tantangan efektifitas pembangunan nasional telah dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dilaksanakan dalam empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Sesuai dengan tahapan tersebut, pembangunan dalam RPJMN ke-3 (2015-2019) diarahkan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan Iptek.[5] Selanjutnya, RPJMN ke-4 (2020-2024) diarahkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.[6] Tahapan Pembangunan menurut RPJPN 2005-2025 dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1

Tahapan Pembangunan

Sumber: RPJPN 2005-2025


Untuk mendukung arah pembangunan yang berlandaskan kemampuan iptek dan keunggulan kompetitif tersebut, pemerintah membentuk Dewan Riset Nasional (DRN) yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi. DRN adalah Lembaga Non Struktural yang dibentuk Pemerintah untuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.[7]


Seperti halnya pemerintah pusat, Pemerintah Daerah membentuk Dewan Riset Daerah (DRD), yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerahnya[8]. Tujuan pembentukan DRD adalah untuk menstimulasi, memfasilitasi serta mensinergikan unsur kelembagaan dan kegiatan, sumber daya dan jaringan Iptek di daerah dalam rangka merumuskan masukan bagi penyusunan kebijakan dan prioritas pembangunan daerah.[9]


Ketajaman dalam perumusan kebijakan dan prioritas pembangunan daerah serta pengendalian dalam implementasinya akan membuahkan kinerja yang menghasilkan pembangunan yang efektif. Dalam hal ini, setiap tahun Kementerian PPN/Bappenas melalui Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan melaksanakan evaluasi ex-post untuk mengukur pencapaian kinerja pembangunan daerah. Kegiatan Evaluasi Pembangunan Daerah (EPD) ini dilaksanakan oleh Bappenas bekerjasama dengan para profesional, peneliti, dan akademisi di 34 provinsi.[10]


Tentu saja kinerja pembangunan daerah yang dievaluasi oleh Bappenas tersebut adalah hasil karya seluruh stakeholders pembangunan, termasuk DRD. Walaupun DRD berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah, namun organisasi non struktural yang bersifat normatif ini keberadaannya dirasakan belum optimal dalam mendukung sinergitas pembangunan daerah. Kondisi ini apabila tidak segera dicari akar permasalahan serta rekomendasi kebijakannya yang tepat, akan berpengaruh terhadap efektifitas pembangunan baik di masing-masing daerah maupun di tingkat nasional.


DRD adalah sebuah lembaga Pemerintah yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan Iptek yang bertugas untuk mendukung perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek di daerah. Tujuan dari pendirian DRD berdasarkan UU No. 18 Tahun 2002 adalah:

  1. Memberikan masukan kepada Pemerintah daerah untuk menyusun arah, prioritas, serta kerangka kebijakan Pemerintah daerah di bidang iptek;

  2. Mendukung Pemerintah daerah melakukan koordinasi di bidang iptek dengan daerah-daerah lain;

  3. Mewakili daerah di DRN (Perpres No 16/2005 tentang DRN).


Dalam rangka menjalankan perannya, DRD tentunya harus berkoordinasi dengan seluruh stakeholder dari berbagai pihak di tingkat nasional seperti DRN, dan juga di tingkat daerah dengan lembaga eksekutif daerah, lembaga penelitian dan pengembangan daerah. Dalam hal ini perlu dibangun suatu mekanisme kerja yang jelas dan dapat dilaksanakan oleh seluruh lembaga.


Stakeholders yang terlibat terdiri dari unsur-unsur Pentahelix[11], yaitu Government, Academia, Business, Community, dan Media. Adapun pengaruh dan kepentingan dari stakeholders tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut.

Gambar 2

Peta Stakeholders Kebijakan Pembangunan Daerah

Sumber: Zeji 2014, disesuaikan

Dari peta stakeholders kebijakan pembangunan daerah pada lampiran, terdapat 4 kelompok stakeholders diantaranya: (1) Kelompok yang memiliki kepentingan dan kekuatan pengaruhnya tinggi, (2) Kelompok yang kepentingannya tinggi dan kekuatan pengaruhnya rendah, (3) Kelompok yang kepentingan rendah tetapi kekuatan pengaruhnya tinggi, dan (4) Kelompok yang kepentingan dan kekuatan pengaruhnya rendah.


Melihat tugas dan perannya, keberadaan DRD sungguh memiliki arti strategis. Walaupun demikian, sejak UU No 18/2002 diberlakukan, di samping belum semua daerah membentuk DRD, ternyata peran DRD yang sudah terbentuk di beberapa daerah juga kinerjanya masih belum optimal. Beberapa kemungkinan penyebab kondisi ini dari faktor internal dan eksternal antara lain[12]:

a. Secara internal yang menyangkut mekanisme penyelenggaraan DRD,

b. Pola hubungan DRD dengan Mitra DRD,

c. Pola hubungan DRD dengan DRN dan Bappenas.

1.2. Permasalahan

Policy Paper ini mengkaji permasalahan atas keberadaan Dewan Riset Daerah yang belum optimal dalam proses perencanaan pembangunan nasional, mulai dari tahapan musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbangda) sampai dengan tahapan monitoring dan evaluasi pembangunan daerah (EPD).


Perumusan permasalahan dalam policy paper ini menggunakan pendekatan CGI[13], yaitu Controversy, Gap, dan Inconsistency sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 3 berikut.


Tabel 3

Permasalahan Dewan Riset Daerah



1.3. Tujuan Penulisan

Sebagai tugas akhir pelaksanaan pelatihan fungsional penjenjangan perencana utama angkatan XI tahun 2019, maka tujuan penulisan policy paper ini adalah:

  1. menemukenali akar permasalahan tidak optimalnya peran DRD dalam mendukung pencapaian efektifitas pembangunan nasional;

  2. menyusun rekomendasi kebijakan untuk optimalisasi peran DRD tersebut.

Policy paper ini akan sangat berguna bagi Kementerian PPN/ Bappenas, khususnya Deputi Menteri Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan optimalisasi peran Dewan Riset Daerah guna efektifitas pembangunan nasional.

1.4. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam proses penyusunan policy paper ini adalah Analisa SOAR[14], yaitu analisa yang menyoroti Kekuatan (Strengths), Peluang (Opportunities), Harapan (Aspirations), dan Hasil (Results) sebagaimana yang dijelaskan dalam Tabel 4 berikut.

Tabel 4

Matriks Strengths, Opportunities, Aspirations, dan Results (SOAR)[15]


Dengan metode SOAR ini akan diperoleh variabel-variabel dalam rangka membangun konsepsi kelembagaan dan peran dari DRD sebagaimana yang diharapkan. Hal ini akan lebih dijelaskan pada Bab 2 Policy Paper ini.


Metode SOAR tersebut selanjutnya diintegrasikan ke dalam Pola Pikir Policy Paper sebagaimana yang dijelaskan dalam Gambar 3 berikut.

Gambar 3

Pola Pikir Optimalisasi peran DRD guna Efektifitas Pembangunan Nasional

Sumber informasi terkait kondisi Dewan Riset Daerah saat Ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil interaksi sehari-hari peneliti dengan anggota DRD Provinsi DKI periode 2018-2022. Sedangkan Data Sekunder diperoleh dari hasil wawancara DRN terhadap sepuluh DRD terpilih, yaitu DRD Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku[16].


Selanjutnya dari Kondisi DRD tersebut melalui analisis SOAR dapat dirumuskan Potensi yang Ditemukan, Konsepsi Optimalisasi peran Dewan Riset Daerah, dan Dewan Riset Daerah yang Diharapkan. Pada akhirnya, dengan terwujudnya Dewan Riset Daerah yang Diharapkan akan terwujud pula Pembangunan Daerah yang Sinergis dan Pembangunan Nasional yang Efektif.

1.5. Sistematika Penulisan

Policy paper ini dirumuskan berdasarkan Research Plan sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 5 berikut.


Tabel 5

Research Plan


Dari Research Plan tersebut, dirumuskan Sistematika Penulisan yang diawali dengan Bab I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Metodologi, dan Sistematika Penulisan. Selanjutnya Bab II Identifikasi Masa Depan Dewan Riset Daerah terdiri dari Kondisi Dewan Riset Daerah Saat Ini, Potensi yang Ditemukan, Konsepsi Optimalisasi peran Dewan Riset Daerah, serta Dewan Riset Daerah yang Diharapkan. Bab III adalah Pilihan Kebijakan terdiri dari Rationale Kebijakan Optimalisasi DRD, Kebijakan Keterlibatan DRD dalam Forum Musrenbangda, dan Kebijakan Keterlibatan DRD dalam Kegiatan EPD dan Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan.

IDENTIFIKASI MASA DEPAN DEWAN RISET DAERAH

Dalam Bagian ini akan dibahas Kondisi Dewan Riset Daerah Saat Ini, Permasalahan yang Ditemukan, Konsepsi Optimalisasi peran Dewan Riset Daerah, serta Dewan Riset Daerah yang Diharapkan.

2.1. Kondisi Dewan Riset Daerah Saat Ini

Pada bagian ini fakta-fakta obyektif tentang kondisi saat ini yang berkaitan dengan optimalisasi peran Dewan Riset Daerah yang membawa pengaruh terhadap efektifitas pembangunan nasional akan dianalisa dengan metode SOAR.


Sudah 17 tahun, sejak diberlakukannya UU 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, perjalanan DRD sepertinya tanpa arah yang jelas. Selain adanya sedikit cerita sukses, lebih banyak dipaparkan cerita ketidaksuksesan, bahkan beberapa pihak mengomentari “DRD suaranya nyaris tidak terdengar”.


Kondisi DRD di beberapa daerah[17] dapat diidentifikasi dari mekanisme penyelenggaraan DRD, pola hubungan DRD dengan Mitra DRD serta pola hubungan DRD dengan DRN dan Bappenas, terutama dari Keterlibatan dan peranannya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbangda) dan kegiatan Evaluasi Pembangunan Daerah (EPD).

2.1.1.Mekanisme Penyelenggaraan DRD (is1)

Status kelembagaan DRD sebagai lembaga non struktural (is1-co1). Pertanyaan mendasarnya adalah, apakah DRD itu lembaga pemerintah tapi nonstruktural ataukah lembaga swadaya masyarakat tapi didirikan dengan amanat Undang-Undang dan dengan Perkada. Hal ini berimplikasi kepada mekanisme anggaran yang seringkali terbatas dan berubah-ubah dan status kepegawaiaan dari staf sekretariat yang belum jelas.


Meskipun demikian, walaupun DRD adalah lembaga non struktural, namun tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) nya jelas, sebagaimana dalam Tabel 6 berikut.

Tabel 6

Tupoksi DRD

Sumber: Peraturan Gubernur DKI No. 131/2014 tentang Pembentukan Dewan Riset Daerah

Di bagian lain, gap antara kajian yang dilakukan DRD dan implementasinya (is1-ga1) adalah permasalahan yang terjadi di hampir setiap daerah. Hasil rekomendasi tidak ada feedback dari Balitbangda, sehingga tidak dapat dinilai bahwa rekomendasi tersebut dipakai atau tidak oleh Balitbangda. Seharusnya terdapat mekanisme pengawalan yang dapat dilakukan DRD terhadap hasil rekomendasi yang diusulkan.


Dalam hal ini yang perlu diperbaiki adalah sistemnya. Diperlukan adanya program untuk merumuskan guidance dalam rangka meningkatkan jumlah hasil riset yang implementatif. Lebih jauh lagi, diharapkan terbentuk adanya budaya riset di masyarakat.


Selama ini terlalu banyak penelitian yang DRD lakukan di tataran konseptual namun tataran impelementasinya tidak ada. Oleh karena itu, diharapkan adanya standar prosedur dan operasional dengan dilakukannya rekomendasi DRD berdasarkan permasalahan aktual dan lebih membumi dalam merekomendasikan solusi-solusi atas permasalahan yang ada di daerah.


Isi rekomendasi dari DRD masih bersifat general dan common sense, sehingga diperlukan adanya inovasi dan terobosan yang berarti, yang selama ini dirasakan belum terjadi. Untuk itu, idealnya anggota DRD lebih banyak dari kalangan akademik dan dunia usaha, itu akan menjadi kombinasi yang tepat.


Untuk meningkatkan performansinya kedepan, DRD diharapkan dapat membuat dan merealisasikan program-program yang riil dan sesuai dengan kontekstual permasalahan yang ada di daerah, sehingga Balitbang merasakan langsung kontribusinya kepada masyarakat daerah setempat.


Pengembangan riset di beberapa daerah bisa dikatakan tidak mengalami kemajuan apapun sejak berdirinya DRD. Untuk itu diperlukan adanya komitmen Kepala Daerah untuk lebih memperhatikan penelitian dan pengembangan daerah.

Walaupun terjadi gap antara riset yang dilakukan DRD dan implementasinya, namun DRD memiliki peran yang jelas, sebagaimana dalam Tabel 7 berikut.

Tabel 7

Peran DRD

Sumber: Peraturan Gubernur DKI No. 131/2014 tentang Pembentukan Dewan Riset Daerah

Kehadiran anggota dalam kegiatan DRD (is1-in1a) dan konsistensi antara kebutuhan dan prioritas pemda dengan kajian yg dilakukan (is1-in1b) yang kerap terjadi di hampir semua DRD.


Di beberapa daerah, hanya setengahnya saja anggota DRD betul-betul aktif dan hadir dalam kegiatan DRD. Setengahnya lagi sangat sulit ada harapan hadir sehingga menjadi timpang, padahal diperlukan adanya dedikasi karena ini menentukan arah kebijakan penelitian dan pengembangan penelitian.


Kehadiran anggota DRD di kegiatan-kegiatan DRD yang masih dirasakan kurang, terutama dalam menghadiri rapat mingguan. Beberapa daerah mengakui bahwa kelemahan dari DRD adalah permasalahan presensi, sebagaimana tertuang pada pernyataan berikut: “Kami rapat hampir jarang tuh dapat 100%. Mesti ada satu atau dua yang tidak mungkin bisa datang. Nah, ini karena memang kita tidak penuh di sini. Sehingga kadang-kadang kalau kita lihat komentar dari orang yang berkunjung ke sini, ke kita, lho kok kantornya kosong? Seperti itu. Menurut saya idealnya itu harus ada yang tetap. Kalau kita ini total semua tidak tetap”

Namun demikian, walaupun banyak terjadi rendahnya kehadiran (presensi) anggota dalam kegiatan DRD, koordinasi di antara anggota masih terjalin dengan sangat intens melalui media sosial, seperti WA Group. Di samping itu, DRD memiliki Sekretariat yang hadir berkantor setiap hari kerja dan selalu siap mendukung kelancaran tugas DRD.

Adapun tugas Sekretariat DRD adalah sebagai berikut[18].

1. Memberikan dukungan teknis dan pelayanan keadministrasian.

2. Mengoordinasikan administrasi operasional dan pembiayaan;

3. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan pengelolaan administrasi; dan

4. Mernbantu penyelenggaraan kerja sama DRD dengan mitra kerjanya.

2.1.2.Pola Hubungan DRD dengan Mitra DRD (is2)

Komunikasi yang kurang intensif, terstruktur dan terjadwal antara DRD dengan mitra (is2-co2) adalah permasalahan dalam pola hubungan DRD dengan Mitra DRD. Dalam hal interaksi antara DRD dengan mitranya, yaitu Balitbangda, Bappeda maupun OPD lain dan BUMD. Manfaat utama yang diharapkan dapat diberikan oleh DRD adalah rekomendasi sebagai dasar kebijakan riset dengan output yang terukur. Hal ini terungkap pada petikan wawancara dengan Balitbangda di suatu Provinsi: “DRD diharapkan dapat mendukung kebijakan-kebijakan program kita. Secara akademis kan mereka lebih mengetahui kondisi apa yang terjadi di daerah, jadi kita untuk menyusun program dapat meminta masukan hal-hal apa yang perlu kita lakukan untuk program penelitian ke depan“[19].


Peran Balitbangda, Bappeda dan OPD lain dapat diperkuat oleh keberadaan DRD. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan dari pihak Balitbang yang menyatakan bahwa pertemuan rutin setiap minggu dilakukan antara DRD dengan mitranya. Tetapi apakah hasilnya rekomendasi akan bermanfaat dan tercapai programnya oleh mereka, belum ada tools untuk melakukan pengawasan.


Hal yang perlu ditingkatkan dalam interaksi antara DRD dengan para mitranya di daerah maupun pusat adalah dijalinnya komunikasi[20] yang intensif dalam suasana yang kondusif dalam pengembangan riset. Dalam hal ini figur Kepala Daerah sangat menentukan dalam eksistensi keberadaan DRD.


Di bagian lain, gap antara inovasi pemikiran dari kepakaran DRD dalam rekomendasi untuk mitra (is2-ga2) adalah permasalahan yang terjadi di hampir setiap daerah. Harapan Bappeda terhadap DRD adalah adanya inovasi pemikiran dari kepakaran mereka yang akan menjadi daya ungkit berbagai permasalahan kebijakan riset. Hal ini tidak tercapai dikarenakan DRD tidak berpikir secara strategis dan kurangnya komunikasi yang baik dengan Bappeda.


Bappeda mengharapkan adanya kerjasama yang baik dengan DRD. Bahkan Balitbangda juga mempunyai beberapa pemikiran dalam memberikan solusi dalam memperkuat DRD. Untuk itu diperlukan adanya program strategis koordinasi DRD untuk sinkronisasi Pusat dan Daerah. Sehingga pada akhirnya akan menambah wawasan baru untuk kerjasama antara DRD dengan Bappeda atau OPD lainnya.


Walaupun hubungan DRD dengan para mitra utamanya selalu baik karena selalu terjalin kontak. Misalnya OPD menghubungi DRD, situasi saling membutuhkan, positif, jadi tidak pernah ada dalam suasana pertentangan atau konflik, namun tetap dibutuhkan adanya portal kerjasama sebagai wadah memperbaiki komunikasi antara DRD dengan para mitranya.


Kekuatan utama DRD adalah komunikasi yang baik dengan Kepala Daerah, Bappeda dan Balitbangda, sehingga rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan oleh DRD cukup didengar oleh para mitranya, baik Kepala Daerah, Bappeda, Balitbangda, maupun OPD-OPD terkait.


Prioritas kegiatan DRD dalam pembuatan Agenda Riset Daerah sebagai acuan mitra (is2-in2) masih menjadi permasalahan di hampir semua DRD. Prioritas kegiatan DRD adalah pembuatan Agenda Riset Daerah (ARD). Namun, dalam implementasinya masih banyak pelaku riset di daerah, terutama para OPD yang belum mengacu pada ARD ini.


Hal ini dikarenakan sebenarnya para OPD selalu diundang pada rapat-rapat pembuatan ARD ini, namun seringkali kehadiran dalam rapat hanya diwakilkan kepada bawahannya saja, bukan para pembuat keputusan. Perhatian dari OPD ini merupakan salah satu kunci utama dalam penyelenggaraan DRD sehingga dapat terbentuk kerjasama yang baik antara DRD dan para OPD.


Kunci utama penyelenggaraan DRD lainnya selain keterlibatan OPD, yaitu adanya keterlibatan unsur swasta dan pemberdayaan DRD Kabupaten/ Kota. Dikarenakan adanya otonomi daerah, hubungan antara DRD Provinsi dan DRD Kabupaten/ Kota ini terputus secara struktural. Jadi DRD-DRD Kabupaten/ Kota dan DRD Provinsi tidak berhubungan secara intensif.


Harapan terhadap DRD ini adalah untuk memperkuat hubungan lebih terbuka dan terjalin komunikasi yang lebih intensif, maka DRD seharusnya menyusun ARD yang dapat mendukung kegiatan OPD yang mempunyai fokus utama dalam RPJMD. Kebijakan OPD apabila didukung oleh DRD itu diharapkan dapat lebih baik, terarah, optimal, berbasiskan data dan informasi, serta akan lebih didukung Kepala Daerah. Hal ini akan membangun trust atas kebijakan yang dikeluarkan karena didukung oleh DRD dengan segala kepakaran dari anggotanya.

2.1.3.Pola Hubungan DRD dengan DRN dan Bappenas (is3)

Koordinasi DRN dan Bappenas dalam proses perencanaan pembangunan Iptek (is3-co3) adalah permasalahan kontroversial dalam pola hubungan DRD dengan DRN dan Bappenas.


Namun, koordinasi DRN dan Bappenas sesungguhya sudah terstruktur. Hal ini bisa dipantau melalui posisi Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional[21]. RIRN disusun sebagai acuan utama perencanaan sektor riset di skala nasional. RIRN melengkapi sistem perencanaan nasional yang telah ada yang berorientasi pada hasil di setiap Kementerian/Lembaga (K/L). Sebagai dokumen pengintegrasi dalam perencanaan riset, RIRN mempertimbangkan dan menyertakan beberapa dokumen terkait perencanaan, termasuk RPJMN Renstra K/L terkait.


Di bagian lain, gap antara keterlibatan dan peranan DRD pada Musrenbangda dan kegiatan EPD (is3-ga3) adalah permasalahan yang terjadi di hampir setiap daerah.

Forum Musrenbangda merupakan forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Daerah. Selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka adat dan pemuka agama, serta kalangan dunia usaha. Hasil pelaksanaan Musrenbang dirumuskan dalam berita acara kesepakatan dan ditandatangani oleh unsur yang mewakili pemangku kepentingan yang hadir untuk selanjutnya akan dipergunakan sebagai penyusunan rancangan akhir RKPD.


Peran DRD pada Musrenbangda masih minim, kecuali di DKI Jakarta[22]. Padahal pada momen inilah pentingnya DRD memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilakukan oleh DRD sebagai nara sumber baik pada Sidang Pleno maupun Sidang Kelompok.


Evaluasi Pembangunan Daerah (EPD)[23] adalah evaluasi pencapaian pembangunan daerah dan evaluasi tematik yang dilaksanakan oleh unit kerja/ lembaga penelitian perguruan tinggi. Sejak dari awal dicanangkan pada tahun 2006 sampai saat ini, kegiatan EPD belum pernah melibatkan DRD. Menurut pejabat terkait di Bappenas, yang terlibat dalam kegiatan EPD adalah lembaga penelitian yang berafiliasi dengan PT dari 34 provinsi, tim EPD 23 provinsi, perwakilan Bappeda dari 34 provinsi, dan direktorat sektor Bappenas. Disamping itu, kegiatan EPD juga melibatkan reviewer internal dan eksternal Bappenas.


Fungsi pendampingan DRN terhadap DRD (is3-in3) masih menjadi permasalahan di hampir semua DRD. Sebagaimana hubungan antara DRD dengan para mitranya di daerah, diperlukan pula hubungan yang baik antara DRD dengan mitranya di pusat, yaitu DRN. Hubungan antara DRN dengan DRD dapat ditingkatkan dengan adanya forum komunikasi antara seluruh DRD dan DRN. Kemudian diperlukan juga database hasil riset secara nasional yang dapat menjadi acuan bersama.


Perlu ada suatu hubungan yang bukan struktural komunikasi antara DRN, DRD provinsi, dan DRD kabupaten/ kota. Dalam hal ini sebaiknya DRN bekerja sama dengan Bappenas memfasilitasi forum koordinasi DRD seluruh Indonesia sebagai media sharing pembelajaran. Pemberdayaan DRD Kabupaten / Kota saat ini dirasakan masih kurang karena belum terkalinnya komunikasi dan koordinasi yang efektif. Padahal apabila ini dapat dioptimalkan, dapat dirasakan langsung di daerah pada era otonomi daerah ini.


Hubungan antara DRN dengan DRD dalam berbagai hal dirasakan masih belum terjalin dengan baik. Harapannya adalah pendekatan dilakukan secara bottom-up dengan mendapatkan masukan dari DRD, akan lebih baik kalau mengetahui permasalahan nasional ini secara bottom up. DRN bisa membahas permasalahan secara nasional, dan bisa minta masukan secara bottom up dari DRD. DRN bisa mengambil masukan dari DRD sesuai porsinya, dan DRD bisa menyuarakan aspirasinya untuk DRN. Seringkali kebijakan yang datang dari pusat itu tak bisa diterapkan secara optimal di daerah. Daerah belum tentu punya pemikiran yang sama atau bahkan mengerti apa yang dibicarakan. Oleh karena itu, DRN diharapkan dapat menggandeng DRD untuk menyuarakan aspirasi daerah.


DRD merasakan kurang banyak manfaat yang didapatkan dari setiap kedatangannya ke DRN, dimana sebagian besar acara di DRN hanya berupa penjelasan dan arahan dari pusat mengenai apa yang seharusnya dilakukan di daerah. Harapannya selain penjelasan itu adalah setidaknya para DRD ini diberikan waktu untuk menceritakan pengalaman-pengalamannya di daerah. Kemudian mungkin dari ini, apabila ada masalah dapat dicarikan solusi bersama, dan juga apabila pengalaman sukses dapat diduplikasi untuk dilakukan juga di DRD lainnya. Selain itu diharapkan DRN menjalankan fungsi pendampingannya ke DRD dengan lebih intensif.


Berkaitan dengan hubungan antara DRN dan DRD ini, keberadaan perwakilan DRD sebagai anggota DRN akan memiliki peran yang sangat penting bagi upaya peningkatan iptek nasional. Sesuai dengan tugas yang dicantumkan dalam UU No 18/2002, DRD juga berperan sebagai agen pembangunan iptek di daerah. Melalui keberadaan perwakilan DRD di DRN, informasi strategi pembangunan nasional iptek akan secepatnya sampai di daerah. Informasi yang diperoleh dapat dielaborasi oleh masing-masing daerah menjadi bahan masukan kebijakan pemerintah daerah, yang pada gilirannya juga menjadi umpan balik bagi kebijakan pembangunan iptek nasional. Selain itu, keberadaan perwakilan DRD tersebut dapat dioptimalkan perannya dalam rangka membangun jaringan lembaga iptek nasional. Peran tersebut dapat dilaksanakan oleh DRD, apabila kedudukannya sebagai anggota DRN benar-benar aktif.


Harapan kedepan, DRD berkomitmen untuk menyelesaikan arahan riset daerah dengan mengacu kepada Agenda Riset Nasional yang dibuat oleh DRN sehingga dengan adanya ARD mekanisme kerja akan lebih terarah dan terukur. Koordinasi dengan mitra bisa menjadi lebih intensif karena sudah ada acuannya. DRD juga berharap hubungan dengan DRN bisa lebih intensif dengan bentuk pendampingan oleh DRN kepada DRD. Selama ini DRD merasa dilepas begitu saja oleh DRN padahal DRN memiliki kapabilitas yang lebih dibandingkan dengan DRD.

2.2. Potensi yang Ditemukan

Dari kondisi objektif Dewan Riset Daerah setelah dilakukan environmental scanning dengan analisa SOAR, maka didapat masing-masing variabel untuk Strengths, Opportunities, Aspirations, dan Results. Variabel-variabel ini merupakan potensi yang ditemukan dalam rangka membangun konsepsi optimalisasi peran DRD untuk mendapatkan sosok DRD yang diharapkan. Aspek yang dinilai terhadap setiap variabel terpilih adalah: 1) Nilai Urgensi (NU) berdasarkan skala Likerts 1 (tidak penting) sampai dengan 5 atau 6 (penting sekali), dan 2) Bobot Faktor (BF) berdasarkan persentase.


Strength. Hal-hal yang menjadi kekuatan serta aset terbesar yang dimiliki diungkapkan, baik aset yang berwujud maupun aset yang tidak berwujud. Tujuan pengungkapan ini adalah untuk memberikan penghargaan terhadap segala hal-hal positif yang dimiliki, yang pasti akan selalu dimiliki baik oleh individu maupun organisasi. Kekuatan inilah yang akan terus dikembangkan demi kemajuan organisasi maupun individu di masa depan. Adapun analisa variable Kekuatan adalah sebagaimana Tabel 8 berikut.

Tabel 8

Strengths (Kekuatan)

Dari tabel Kekuatan di atas dapat dilihat bahwa variabel st2 memiliki Nilai Urgensi dan Bobot Faktor tertinggi, yaitu 5 dan 40%. Sedangkan variabel st5 memiliki NU dan BF terrendah, yaitu 1 dan 2%. Jumlah total skor untuk Kekuatan adalah 406.


Opportunities adalah peluang terbaik dari lingkungan eksternal yang dimiliki serta dapat dimanfaatkan oleh organisasi. Lingkungan eksternal adalah sebuah wilayah yang penuh dengan berbagai macam kemungkinan dan peluang. Salah satu syarat bagi keberhasilan suatu organisasi adalah kemampuannya memaksimalkan peluang yang dimiliki. Hal ini mensyaratkan adanya cara pandang yang positif dalam memandang lingkungan eksternal yang berubah dengan sangat cepat. Adapun analisa variable Peluang adalah sebagaimana Tabel 9 berikut.

Tabel 9

Opportunities (Peluang)

Dari tabel Peluang di atas dapat dilihat bahwa variabel op1 memiliki NU dan BF tertinggi, yaitu 4 dan 30%. Sedangkan variabel op4 memiliki NU dan BF terrendah, yaitu 1 dan 10%. Jumlah total skor untuk Peluang adalah 350.


Aspirations. Para anggota DRD berbagi aspirasi dan merancang kondisi masa depan yang diinginkan, yang dapat menimbulkan rasa percaya diri dan kebanggaan baik terhadap diri sendiri, pekerjaan, komisi, maupun organisasi secara keseluruhan. Saling berbagi aspirasi ini menjadi hal yang sangat penting guna menciptakan tujuan yang disepakati bersama, yang menjadi panduan bagi perjalanan DRD ke depan. Adapun analisa variabel Harapan adalah sebagaimana Tabel 10 berikut.

Tabel 10

Aspirations (Harapan)

Dari tabel Harapan di atas dapat dilihat bahwa variabel as5 memiliki NU dan BF tertinggi, yaitu 6 dan 35%. Sedangkan variabel as3 memiliki NU dan BF terrendah, yaitu 1 dan 2%. Jumlah total skor untuk Peluang adalah 476.


Results berarti menentukan ukuran dari hasil-hasil yang ingin dicapai (measurable results) dalam perencanaan strategis guna mengetahui sejauh mana pencapaian dari tujuan yang telah disepakati bersama. Agar para anggota DRD merasa termotivasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan ini, maka perlu dirancang sistem pengakuan (recognition) dan reward yang menarik. Adapun analisa variabel Hasil adalah sebagaimana Tabel 11 berikut.


Tabel 11

Results (Hasil)

Dari tabel Hasil di atas dapat dilihat bahwa variabel re6 memiliki NU dan BF tertinggi, yaitu 6 dan 30%. Sedangkan variabel re3 memiliki NU dan BF terrendah, yaitu 1 dan 5%. Jumlah total skor untuk Hasil adalah 450.

2.3. Konsepsi Optimalisasi Peran Dewan Riset Daerah


Dari analisis SOAR di atas, maka strategi terpilih adalah:

  1. Strategi SA: Gunakan Kekuatan untuk mencapai Harapan. S + A = 406 + 476 = 882

  2. Strategi SR: Gunakan Kekuatan untuk mencapai Hasil yang terukur. S + R = 406 +450 = 856

  3. Strategi OA: Gunakan Peluang untuk mencapai Harapan. O + A = 350 + 476 = 826

  4. Strategi OR: Gunakan Peluang untuk mencapai Hasil yang terukur. O + R = 350 + 450 = 800


Oleh karena Strategi SA merupakan strategi yang memiliki nilai tertinggi, maka konsepsi optimalisasi peran DRD adalah penerapan strategi penggunaan Kekuatan untuk mencapai Harapan, sebagai berikut.

  • Memiliki anggota DRD yang berkualitas tinggi yang mewakili Pentahelix stakeholders pembangunan Daerah yang berasal dari pemerintahan, akademik, bisnis, komunitas, dan mass media (st1),

  • Memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dengan mandat yang jelas berdasarkan UU (st2),

  • Memiliki peran yang sangat terstruktur sebagai kelompok pakar, sebagai ilmuwan, dan sebagai researcher (st3),

  • Memiliki kedekatan dengan Kepala Daerah (st4),

  • Memiliki staf sekretariat yang hadir berkantor setiap hari kerja dan selalu siap mendukung kelancaran tugas DRD (st5),

  • Diperlukan adanya komitmen Kepala Daerah untuk lebih memperhatikan penelitian dan pengembangan daerah (as1),

  • Diperlukan adanya program strategis dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi Pusat dan Daerah (as2),

  • Dibutuhkan adanya portal kerjasama sebagai wadah memperbaiki komunikasi antara DRD dengan para mitranya (as3),

  • DRN diharapkan dapat menggandeng DRD untuk menyuarakan aspirasi daerah (as4),

  • DRD diharapkan dapat lebih terlibat dan berperan dalam Forum Musrenbangda (as5),

  • DRD diharapkan dapat lebih terlibat dan berperan dalam Kegiatan EPD Bappenas (as6).

2.4. Dewan Riset Daerah yang Diharapkan

DRD yang diharapkan adalah DRD yang memberikan sumbangan yang nyata terhadap peningkatan sinergi Pembangunan Daerah dan efektifitas Pembangunan Nasional. Untuk itu, sesuai dengan Strategi SA, DRD harus memiliki kriteria sebagai berikut:

  1. Memiliki anggota yang berkualitas tinggi yang mewakili Pentahelix stakeholders pembangunan Daerah yang berasal dari pemerintahan, akademik, bisnis, komunitas, dan mass media,

  2. Memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dengan mandat yang jelas berdasarkan UU,

  3. Memiliki peran yang sangat terstruktur sebagai kelompok pakar, sebagai ilmuwan, dan sebagai researcher,

  4. Memiliki kedekatan dengan Kepala Daerah,

  5. Memiliki staf sekretariat yang hadir berkantor setiap hari kerja dan selalu siap mendukung kelancaran tugas DRD,

  6. Adanya komitmen Kepala Daerah untuk lebih memperhatikan penelitian dan pengembangan daerah,

  7. Adanya program strategis dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi Pusat dan Daerah,

  8. Adanya portal kerjasama sebagai wadah memperbaiki komunikasi antara DRD dengan para mitranya,

  9. Adanya dukungan nyata dari DRN terhadap DRD untuk menyuarakan aspirasi daerah,

  10. Adanya keterlibatan dan peranan DRD dalam Forum Musrenbangda, dan

  11. Adanya keterlibatan dan peranan DRD dalam Kegiatan EPD Bappenas.

PILIHAN KEBIJAKAN

Dalam bagian ini akan dibahas Pilihan Kebijakan yang terdiri dari Rationale Kebijakan Optimalisasi DRD, Kebijakan Keterlibatan DRD dalam Forum Musrenbangda, dan Kebijakan Keterlibatan DRD dalam Kegiatan EPD

3.1. Rationale Kebijakan Optimalisasi Peran DRD

Menurut seorang pakar, pembangunan adalah ketika kegiatan itu berfungsi (functionings as an achievement)[24]. Agar pembangunan efektif, perlu didukung oleh SDM yang memiliki kualitas tinggi. Pakar lain mengatakan bahwa masa depan penuh ketidakpastian, yang ditandai dengan adanya fenomena VUCA, yaitu Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambigue (tidak jelas). Untuk mengatasi VUCA[25], maka disamping pemimpin harus memiliki vision dan understanding, setiap anggota juga harus memiliki pemahaman yang sama (clarity).


DRD memiliki anggota yang berkualitas tinggi yang mewakili Pentahelix stakeholders pembangunan Daerah yang berasal dari pemerintahan, akademik, bisnis, komunitas, dan mass media, serta sederet kriteria sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya. Namun institusi sekaliber DRD ini belum optimal dalam mendukung pencapaian efektifitas pembangunan nasional.


Berdasarkan analisis SOAR sebagaimana Gambar 4 berikut, variabel yang memiliki Nilai Urgensi dan Bobot Faktor tertinggi adalah:

  1. Strengths: Memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dengan mandat yang jelas berdasarkan UU (st2),

  2. Opportumities: Memiliki jaringan DRD yang tersebar di seluruh Provinsi, Kabupaten dan Kota (op1),

  3. Aspirations: DRD diharapkan dapat lebih terlibat dan berperan dalam Forum Musrenbangda (as5) dan Kegiatan EPD Bappenas (as6),

  4. Results: Pembangunan daerah menjadi lebih sinergi dan pembangunan nasional menjadi lebih efektif (re6).

Oleh karena itu, penting sekali untuk mengimplementasikan kebijakan keterlibatan dan peranan DRD dalam Forum Musrenbangda dan kegiatan EPD Bappenas.

Gambar 4

Variabel yang Memiliki NU dan BF Tertinggi


3.2. Kebijakan Keterlibatan DRD dalam Forum Musrenbangda

Sebagaimana diketahui, Musrenbangda adalah forum antar pemangku kepentingan dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah. Pemangku kepentingan adalah segenap pihak yang terkait dengan pembangunan, dalam hal ini adalah pihak akademisi, dunia usaha, komunitas, pemerintahan, dan masyarakat.


Keterlibatan DRD dengan anggota yang berasal dari unsur-unsur pentahelix pembangunan daerah akan dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pelaksanaan Musrenbangda, terutama dalam sidang-sidang komisi teknis.

3.3. Kebijakan Keterlibatan DRD dalam Evaluasi Pembangunan Daerah

Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, EPD adalah evaluasi pencapaian pembangunan daerah dan evaluasi tematik yang dilaksanakan oleh unit kerja/ lembaga penelitian perguruan tinggi. yang terlibat dalam kegiatan EPD adalah lembaga penelitian yang berafiliasi dengan PT dari 34 provinsi, tim EPD 34 provinsi, perwakilan Bappeda dari 34 provinsi, dan direktorat sektor Bappenas.


Oleh karena itu, ke depan kegiatan EPD seyogianya melibatkan DRD baik sebagai tim EPD provinsi, maupun sebagai eksternal reviewer.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

4.1. Kesimpulan

Fenomena keberadaan Dewan Riset Daerah (DRD) di seluruh Indonesia yang belum optimal dalam mendukung efektifitas pembangunan nasional adalah nyata adanya. Mandat yang telah diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada DRD belum berdampak.


Oleh karena itu perlu diambil kebijakan optimalisasi peran DRD guna mendukung efektifitas pembangunan nasional, terutama peningkatan peran dan Keterlibatan DRD di Musrenbangda dan kegiatan EPD.

4.2. Rekomendasi Kebijakan

4.2.1. Prasyarat

  1. Anggota DRD harus berkualitas tinggi yang mewakili Pentahelix stakeholders pembangunan Daerah yang berasal dari pemerintahan, akademik, bisnis, komunitas, dan mass media,

  2. DRD harus memiliki Memiliki Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dengan mandat yang jelas berdasarkan UU,,

  3. DRD harus memiliki peran yang terstruktur sebagai kelompok pakar, sebagai ilmuwan, dan sebagai researcher,

  4. DRD harus memiliki kedekatan dengan Kepala Daerah,

  5. DRD harus memiliki staf sekretariat yang hadir berkantor setiap hari kerja dan selalu siap mendukung kelancaran tugas DRD,

  6. Kepala Daerah harus memiliki komitmen untuk lebih memperhatikan penelitian dan pengembangan daerah,

  7. DRD harus memiliki program strategis dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi Pusat dan Daerah,

  8. DRD harus memiliki portal kerjasama sebagai wadah memperbaiki komunikasi antara DRD dengan para mitranya,

  9. Harus ada dukungan nyata dari DRN terhadap DRD untuk menyuarakan aspirasi daerah.

4.2.2. Rekomendasi

  1. Implementasikan kebijakan keterlibatan dan peranan DRD dalam Forum Musrenbangda, dan

  2. Implementasikan kebijakan keterlibatan dan peranan DRD dalam Kegiatan EPD Bappenas.


DAFTAR PUSTAKA

  • Bhimadjaja, Immanuel, 2019, “Teknik Komunikasi”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 25 April 2019

  • Bhimadjaja, Immanuel, 2019, “VUCA”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 26 April 2019

  • Daniel Kaufmann, Aart Kraay and Massimo Mastruzzi (2010). "The Worldwide Governance Indicators: A Summary of Methodology, Data and Analytical Issues". World Bank Policy Research Working Paper No. 5430, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm? abstract_id=1682130

  • Dewan Riset Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2017, Memori Kerja sebagai Laporan Dewan Riset Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Periode 2013-2018

  • Dewan Riset Nasional, 2016, “Agenda Riset Nasional 2016-2019”, Badan Pekerja DRN, Jakarta

  • Irsan Aditama Pawennei, Mirta Amalia, Rachmat A.Anggara, 2011, Peran Dewan Riset Daerah dalam Penguatan Sistem Inovasi, Penerbit Dewan Riset Nasional Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340

  • Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2017, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045

  • Konsep Evaluasi Pembangunan Daerah 2019, Deputi Menteri PPN/ Bappenas Bidang Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan, Jakarta 13 Mei 2019

  • Kuntjoro, Roy, 2019, “Globalisasi dan Pembangunan”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 29 April 2019

  • Kuntjoro, Roy, 2019, “Teknologi dan Pembangunan”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 30 April 2019

  • Kuntjoro, Roy, 2019, “Teknopreneur dalam Pembangunan Ekonomi Kreatif”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 30 April 2019

  • Laporan Tahunan Dewan Riset Nasional 2017

  • Mahi, Raksaka, 2019, “Agenda Kebijakan Publik Daerah”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 2 Mei 2019

  • Mandala, Zeji, 2014, Pemetaan Pemangku Kepentingan (Stakeholders Mapping), https://zejimandala.wordpress.com/2014/06/27/pemetaan-pemangku-kepentingan-stakeholders-mapping/, diakses 29 April 2019

  • Napitupulu, Lidya, 2019, “Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 2 Mei 2019

  • Nugroho, Riant, 2019, “Agenda Kebijakan Publik Nasional”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 30 April 2019

  • Panduan Evaluasi Pembangunan Daerah 2019, Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas

  • Panduan Pembentukan Penyelenggaraan DRD, Kementerian Negara Riset dan Teknologi & Dewan Riset Nasional Tahun 2007

  • Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030

  • Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022

  • Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025

  • Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 131 Tahun 2014 tentang Pembentukan Dewan Riset Daerah

  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional

  • Ramadhan Triwijanarko, 2019, Alcatel Pamer Teknologi Pendukung, https://marketeers.com/ alcatel-pamer-teknologi-pendukung/

  • Revindo, Mohamad D, 2019, “Tantangan Kebijakan Perdagangan dan Investasi”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 2 Mei 2019

  • Ringoringo, Achmadi, 2019, “Penulisan Policy Paper”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 16 April 2019

  • Solihin, Dadang, 2013, “Optimalisasi Otonomi Daerah: Kebijakan Strategi dan Upaya”, Yayasan Empat Sembilan Indonesia, Agustus 2013, ISBN 978-602-18505-4-1

  • Soumitra Dutta et al, editor, 2019, Global Innovation Index 2019, Creating Healthy Lives—The Future of Medical Innovation, 12 ed, Cornell University, INSEAD, and the World Intellectual Property Organization

  • Surjadi, 2019, “Konsep Berpikir Ilmiah”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 26 April 2019

  • Susanti, Hera, 2019, “Pembangunan Berwawasan Gender: Ketidak-sempurnaan Pasar dalam Pemerataan Hasil Pembangunan”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 25 April 2019

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

  • Vidhyandika Djati Perkasa dan Uka Wikarya, 2019, Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2018, Evaluasi Capaian Pembangunan dan Relevansi Dokumen Perencanaan Provinsi DKI Jakarta, Direktorat Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Daerah Kementerian PPN/ Bappenas

  • Wirutomo, Paulus, 2019, “Mendefinisikan Pembangunan Sosial”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 29 April 2019

Footnote [1] Irsan Aditama Pawennei, Mirta Amalia, Rachmat A.Anggara, 2011, Peran Dewan Riset Daerah dalam Penguatan Sistem Inovasi, Penerbit Dewan Riset Nasional Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 [2] Soumitra Dutta et al, editor, 2019, Global Innovation Index 2019, Creating Healthy Lives—The Future of Medical Innovation, 12 ed, Cornell University, INSEAD, and the World Intellectual Property Organization [3] Daniel Kaufmann, Aart Kraay and Massimo Mastruzzi (2010). "The Worldwide Governance Indicators : A Summary of Methodology, Data and Analytical Issues". World Bank Policy Research Working Paper No. 5430, http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1682130 [4] Ramadhan Triwijanarko, 2019, Alcatel Pamer Teknologi Pendukung, https://marketeers.com/alcatel-pamer-teknologi-pendukung/ [5] Buku I Agenda Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 [6] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 [7] Pasal 1, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional [8] Pasal 20 Ayat (4), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi [9] Pasal 3, Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 131 Tahun 2014 tentang Pembentukan Dewan Riset Daerah [10] Panduan Evaluasi Pembangunan Daerah 2019, Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas [11] The ‘Penta-Helix Model’ is based on five stakeholder types: businesses, public authorities, civil society, the knowledge sector and capital (and finance). The model is very useful for managing actor-based complexity, http://osmosnetwork.com/stakeholder-management/, diakses 27 Mei 2019. [12]Irsan Aditama Pawennei, Mirta Amalia, Rachmat A.Anggara, 2011, Peran Dewan Riset Daerah dalam Penguatan Sistem Inovasi, Penerbit Dewan Riset Nasional Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 [13] Kuntjoro, Roy, 2019, “Globalisasi dan Pembangunan”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 29 April 2019 [14] Strengths, opportunities, aspirations, results (SOAR) analysis, 2016, http://asqservicequality.org/glossary/strengths-opportunities-aspirations-results-soar-analysis/, diakses 3 Mei 2019 [15] Pembahasan Lengkap Teori Analisis SOAR menurut Para Ahli dan Contoh Tesis Analisis SOAR, https://idtesis.com/pembahasan-lengkap-teori-analisis-soar-menurut-para-ahli-dan-contoh-tesis-analisis-soar/, diakses 3 Mei 2019 [16] Irsan Aditama Pawennei, Mirta Amalia, Rachmat A.Anggara, 2011, Peran Dewan Riset Daerah dalam Penguatan Sistem Inovasi, Penerbit Dewan Riset Nasional Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 [17] Irsan Aditama Pawennei, et al. 2011, “Peran Dewan Riset Daerah dalam Penguatan Sistem Inovasi”, Penerbit Dewan Riset Nasional Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 [18] Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 131 Tahun 2014 tentang Pembentukan Dewan Riset Daerah [19] Irsan Aditama Pawennei, Mirta Amalia, Rachmat A.Anggara, 2011, Peran Dewan Riset Daerah dalam Penguatan Sistem Inovasi, Penerbit Dewan Riset Nasional Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 [20] Menurut Immanuel Bhimajaya, Pelatihan FPP Utama, LPEM FE BUI, 25 April 2019, komunikasi yang efektif dapat mengurangi dampak negatif dari adanya perbedaan persepsi. [21] Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2017, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045 [22] Menurut Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP, Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan (1 Agustus 2019), keterlibatan DRD Provinsi DKI yang intens dan didukung oleh komitmen Pimpinan Daerah harus menjadi good practices bagi daerah lain. [23] Konsep Evaluasi Pembangunan Daerah 2019, Deputi Menteri PPN/ Bappenas Bidang Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan, Jakarta 13 Mei 2019 [24] Susanti, Hera, 2019, “Pembangunan Berwawasan Gender: Ketidak-sempurnaan Pasar dalam Pemerataan Hasil Pembangunan”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 25 April 2019 [25]Bhimadjaja, Immanuel, 2019, “VUCA”, Materi Power Point Pelatihan Fungsional Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XI, LPEM FEBUI, 26 April 2019



9 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page