top of page
Search
Writer's pictureDadang Solihin

Pembantu Anies Sebut Ali Sadikin Menata Kota dengan Wartawan

Sumber: Ruang Terang


RUANG TERANG - Kerja kolektif untuk membangun sebuah kota ternyata sudah dikerjakan sejak dulu. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin salah satunya.


Seperti diungkapkan Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pariwisata dan Kebudayaan, Dadang Solihin, sosok Ali Sadikin dalam membangun Jakarta dilakukan dengan cara kerja kolektif atau saat ini dikenal kolaborasi. Kala itu, Ali Sadikin menata kota Jakarta salah satunya dengan melibatkan wartawan.


"Saya baca perjalanan Ali Sadikin, salah satunya dari tulisan Ramadhan KH 2012. Beliau menghormati betul para wartawan, beliau menaruh harapan besar bahwa wartawan yang menulis tentang DKI Jakarta harus menjadi spesialis tentang masalah-masalah Jakarta itu sendiri dan masalah-masalah perkotaan pada umumnya," ujar Dadang Solihin kepada wartawan, Sabtu (24/7/2021).


Menurutnya, Gubernur Ali Sadikin sangat menjunjung tinggi kiprah insan media dalam penataan kota.

Dengan menempatkan wartawan sebagai partner kerja, ungkap Dadang Solihin, Ali Sadikin menginginkan setiap wartawan memiliki spesialisasi.


Bahkan, lanjutnya, Ali Sadikin memberikan ruang istimewa kepada wartawan, dan menyiapkan tempat berikut perangkat keperluan liputan wartawan di Balaikota DKI Jakarta.


Baca Juga: Millenial Demokrat Terjun Bantu Warga Isoman, Bukti Politik Kemanusiaan Masih Ada


Dikatakan Dadang Solihin, Tak ada aroma bahwa Ali Sadikin masa itu ingin menjadikan wartawan sebagai alat pemerintahan. Namun, Ali Sadikin ingin wartawan menjalankan profesinya secara benar dan tulisannya didasari pengetahuan.


"Saat itu pembinaan kerja sama dengan media massa, terutama dengan pers merupakan perkara yang teramat penting. Tapi pembinaan kerja sama tersebut tidak sekali-kali diartikan sebagai usaha untuk menjadikan pers itu alat pemerintah. Jauh dari pikiran semacam itu," ungkap Dadang Solihin mengisahkan.


Untuk kelancaran kerja pers, tegasnya, perlu disediakan ruangan khusus dengan segala peralatan perkantoran pendukungnya. Dengan begitu, ucap Dadang, bang Ali Sadikin berpikiran bahwa pers dapat menjalankan profesinya secara benar.

Namun, kata Dadang, perhatian khusus yang diberikan Ali Sadikin kepada wartawan tidak serta merta membungkam wartawan sehingga nalar kritisnya terkunci.


Ali Sadikin, kata Dadang, sangat terbuka untuk dikritik. Bahkan, setiap kesempatan akan berpidato, yang dicari Ali Sadikin paling pertama adalah wartawan.


"Bang Ali bilang begini 'Pers di Jakarta berani mengkritik saya. Itu bagus. Saya senang akan kritik. Sebab kritik saya artikan mengoreksi saya, sebagai masukan. Saya anggap wartawan sebagai kawan yang paling baik. Wartawan yang ditugaskan pimpinannya bertugas di Balaikota DKI Jakarta saya anggap menjadi “pegawai” saya yang tidak saya bayar," kata Dadang kembali meniru ungkapan Ali Sadikin.


Hal tersebut, sambung Dadang, disambut gembira oleh wartawan. Contohnya saat Ali bercerita soal kritik media harian Merdeka yang memuat pernyataan 'cukup banyak bapak-bapak kita yang berbicara seperti menghadapi teka-teki silang, kata-kata ke sini, tapi maksud ke sana. Sehingga sukar dimengerti'.

Namun, kata Dadang, sosok Ali Sadikin beda dengan pejabat lainnya. Ali Sadikin suka bicara polos, seadanya, dan memberi kemungkinan untuk bebas dikritik.

Dadang mengatakan, sejak tahun 1967 banyak hal dilakukan Ali Sadikin untuk para wartawan.

Misalnya, Ali menyiapkan lahan yang cukup luas untuk pemukiman para wartawan. Wartawan di Jakarta saat itu memerlukan tempat tinggal. Ali hadir membantu mereka. Ali siapkan lahan di Kebon Nanas.



"Bang Ali bilang begini, 'Saya ingin membantu para wartawan di bidang kesejahteraan mereka. Saya tidak mengharapkan apa-apa dari mereka dengan memberikan bantuan itu. Saya lakukan itu tanpa pamrih'," ucap Dadang.


Kemudian Dadang mengisahkan saat Ali Sadikin di depan forum-forum wartawan berbicara bahwa di samping perlunya dilaksanakan hak pers untuk menyatakan pendapat mereka secara bebas, pers juga harus memerhatikan hak publik untuk memiliki adequate press.


"Harapan Bang Ali, Jakarta memiliki banyak surat kabar yang mencerminkan terpenuhinya secara seimbang kedua kepentingan itu," pungkasnya.***


1 view0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page