Sumber: Kosadata
Saya mengenal beliau ketika pada tahun 1993 beliau ditunjuk oleh Presiden Soeharto menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Pada saat itu saya sudah lima tahun menjadi staf Bappenas. Setelah saya menyelesaikan program S2 di University of Colorado at Denver di awal 1997, pada tahun 2001 Pak Ginandjar meminta saya untuk menjadi Sekretaris pada LSM yang beliau dirikan bersama Pak Muslimin Nasution, yaitu Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan.
Mulai saat itu, saya selalu diminta bantuan beliau untuk terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk menjadi asisten beliau di beberapa perguruan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Saya menjadi asisten beliau ketika memberikan mata kuliah Governance and Economic Crisis pada program Graduate School of Asia Pacific Studies (GSAPS) Waseda University Tokyo Winter Term 2004, 2005, 2006, dan 2007. Kemudian dilanjutkan tahun 2012 pada program pasca sarjana untuk mata kuliah Critical Decisions and Actions of National Leaders di National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS) di Tokyo Jepang.
Pada tanggal 18 Februari 2013, saya mendapat kiriman Buku yang berjudul Managing Indonesia’s Transformation, yang merupakan buku penuturan jejak sejarah beliau di pemerintahan yang disampaikan kepada tim penulis yang diketuai oleh Prof. Takashi Shiraishi. Pada bagian akhir dari buku tersebut, Prof Ginandjar memberikan pesan kepada kita semua sebagai generasi penerus delapan point penting sebagai berikut.
Kesatu, anda harus berkomitmen pada pekerjaan Anda, pada tanggung jawab Anda, pada prinsip Anda apapun itu. Artinya sebagai pemimpin Anda diharapkan untuk tetap bertahan pada —bukan menyimpang dari— arah yang telah ditentukan dan disepakati secara umum. Namun tidak berarti Anda tidak dapat mengambil jalan lain jika diharuskan, namun jangan jadi hilang arah dari tujuan. Anda diharapkan untuk memimpin dengan memberi contoh, tetap konsisten dan berani dalam menghadapi beragam situasi.
Kedua, jangan enggan mengambil risiko. Bahkan, di balik setiap pencapaian, risiko selalu ada. Tugas pemimpin adalah "memperhitungkan risiko" yang menentukan kesuksesan dan kegagalan. Bermain aman bukanlah karakter pemimpin yang baik.
Ketiga, lakukanlah yang terbaik yang dapat Anda lakukan. Jangan mau menjadi kedua terbaik jika Anda bisa mencapai lebih. Jangan menyisakan upaya untuk mencapai hasil terbaik. Selalu cari yang terbaik. Namun bersiap juga untuk mencapai kegagalan dengan anggun. Jangan sampai kekurangan tidur hanya karena kegagalan atau kemunduran. Jangan menyalahkan orang lain atas kegagalan Anda. Kegagalan hari ini dapat menjadi hikmah di esok hari.
Keempat, selalu jujur pada diri Anda sendiri. Anda dapat mengelabui orang lain namun tidak diri sendiri. Sekali Anda telah berbohong pada diri Anda. Anda secara tidak sadar telah menurunkan harga diri Anda, yang berpengaruh pada rasa percaya diri Anda. Saat Anda melakukannya terlalu sering, itu menjadi sifat Anda, hasilnya Anda menjadikan sifat curang, atau berbohong, sebagai kebiasaan atau sifat alami kedua Anda. Anda jadi mudah mencurangi, berbohong, ingkar janji, dan akhirnya mengambil dari orang lain yang bukan milik Anda. Akibatnya mencuri dan korupsi dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pada awalnya, Anda berusaha meyakinkan diri sendiri dengan pembenaran diri. Pada akhirnya, itu menjadi kebiasaan, jadi bagian dari Anda dan Anda tidak perlu pembenaran lagi. Saat itulah Anda kehilangan jati diri.
Kelima, selalu dengarkan “kata hati" atau hati nurani Anda. Saat ada keputusan yang sulit dibuat, jalankan sebaik mungkin yang dapat dilakukan. Jika Anda menghadapi tantangan yang sulit dan Anda harus menyimpang dari kata hati Anda, Anda harus meyakinkan diri bahwa ini adalah pengecualian dan bukan kebiasaan. Bahwa Anda tidak memiliki pilihan lain karena, misalnya, banyak hidup yang bergantung padanya atau kepentingan publik mengharuskan Anda melakukannya. Tapi jangan biarkan itu mengubah persepsi Anda mengenai benar dan salah.
Keenam, jangan menjadi budak ambisi atau kepentingan pribadi Anda. Setiap manusia memiliki kepentingan pribadi, dan ambisi adalah sebuah dorongan, sumber motivasi dan kerja keras. Tapi jangan menjadi terbelenggu olehnya. Jangan menghalalkan segala cara demi hasil akhir; atau Anda menjadi oprtunis olehnya. Ingat, oportunisme hanya dapat memberikan Anda keuntungan jangka pendek; dalam jangka panjang, itu akan merugikan anda.
Ketujuh, peganglah kata-kata Anda, janji Anda, jangan mengkhianati kepercayaan. Ini sangat penting karena hubungan Anda dengan orang lain bergantung pada kepercayaan. Orang-orang yang saya hindari adalah yang tidak dapat dipercaya. Saya bisa menerima orang yang tidak terlalu pandai, mungkin “bohong putih", tapi tidak terhadap ketidakjujuran atau orang yang dengan mudah ingkar janji. Adillah pada orang lain jika Anda ingin orang lain adil pada Anda.
Kedelapan, yang terakhir namun bukan yang paling tidak penting, kesetiaan sangatlah penting untuk hidup yang memuaskan -kesetiaan pada negara, keluarga, teman, atasan atau bawahan, korps, dan komunitas Anda. Kesetiaan menghasilkan hubungan yang kuat, menginspirasi kepercayaan dan solidaritas, sehingga memperkuat kesatuan (team work) dengan orang-orang yang bekerja dengan Anda. Namun kesetiaan tidak sama dengan menyenangkan orang lain untuk mendapat keuntungan, atau hanya untuk menerima pengakuan dari orang yang Anda layani atau mengharapkan balasan. Kesetiaan tidak berarti Anda boleh mengorbankan kebaikan yang lebih besar atau kepentingan publik hanya karena Anda ingin menjaga hubungan pribadi. Kesetiaan membedakan orang yang terhormat dari orang biasa. Di Jepang, itu adalah nilai tertinggi, semangat inti dari bushido. Di Indonesia kita dapat menyebutnya semangat atau jiwa kesatria.
Comments