Dadang Solihin
Deputi Gubernur DKI Bidang Budaya dan Pariwisata
Permasalahan Destinasi Pariwisata
Dalam kerangka pengembangan destinasi wisata, terdapat beberapa masalah utama yang harus dihadapi, yaitu: 1). Perubahan Iklim dan Bencana Alam, 2). Ketersediaan Konektivitas dan Infrastruktur yang Belum Optimal, 3). Kesiapan Masyarakat di Sekitar Destinasi Pariwisata yang Belum Optimal, 4). Kemudahan Investasi yang Masih Belum Optimal, dan 5). Sinergi Kemitraan Pemasaran Masih Belum Optimal
1). Perubahan Iklim dan Bencana Alam
Isu perubahan iklim telah menjadi isu di seluruh dunia. Perubahan iklim ini disebabkan oleh tindakan merusak yang dilakukan manusia, seperti penebangan pohon secara sembarangan, pengerukan gunung, dan tidak dirawatnya daerah tepi pantai.
Perubahan iklim ini berdampak kepada berbagai bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah, seperti banjir, kebakaran hutan, kemarau panjang, gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya. Isu perubahan iklim ini juga berdampak kepada pemilihan destinasi wisata oleh wisatawan dunia. Wisatawan menjadi lebih berhati-hati dalam menentukan tujuan wisata ke daerah yang sering terkena bencana alam.
Selain perubahan iklim, letak geografis Indonesia yang berada di antara lempeng benua dan lempeng samudera, yaitu lempeng Indo-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di utara dan lempeng Pasifik di sebelah timur, telah membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap bencana, terutama pada daerah sepanjang ring of fire dari Sumatera– Jawa–Bali–Nusa Tenggara–Banda–Maluku.
Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak kota-kota pantai dan sebagian wilayah pesisir Indonesia, yaitu pesisir barat Sumatera, pesisir selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara terletak pada kawasan yang rawan bencana, terutama bencana gempa bumi dan tsunami.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis tren kejadian bencana dalam 10 tahun terakhir yang dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar: Tren Kejadian Bencana di Indonesia 10 Tahun Terakhir
Dari Gambar tersebut di samping terlihat bahwa bencana banjir, tanah longsor, puting beliung dan letusan gunung berapi menjadi bencana yang paling sering terjadi dalam 10 tahun terakhir. Bencana menyebabkan lumpuhnya berbagai aktivitas di sekitar wilayah berdampak bencana, termasuk aktivitas pariwisata seperti penutupan destinasi wisata serta menimbulkan kekhawatiran bagi wisman untuk menentukan tujuan. Sebagai contoh pada tahun 2014 dimana terjadi erupsi Gunung Kelud yang berdampak pada lumpuhnya aktivitas 7 (tujuh) bandara utama di Pulau Jawa selama beberapa hari, sehingga pergerakan wisatawan dari dan menuju destinasi menjadi tertunda.
Daya tarik wisata di Indonesia tidak luput dari kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan bencana alam. Hal ini juga akan membuat citra Indonesia di mata wisatawan internasional menjadi kurang baik, serta diperlukan sumber daya lebih untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Maka dari itu, diperlukan langkah-langkah untuk mengantisipasi hal ini, seperti kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pemberian sanksi bagi perusahaan termasuk penyelenggara pariwisata yang merusak lingkungan, menyusun strategi tanggap bencana lingkungan pada berbagai objek wisata dan pembangunan citra tanggap bencana (crisis management).
2). Ketersediaan Konektivitas dan Infrastruktur yang Belum Optimal
Ketidaknyamanan wisatawan dalam berwisata dan kesulitan dalam mencapai lokasi destinasi wisata merupakan masalah akibat tidak tersedianya infrastruktur yang baik. Akibat masalah infrastruktur ini, dapat menimbulkan masalah lain, seperti: ketidaksiapan sarana dan prasarana destinasi, keamanan, kebersihan, ketertiban destinasi, keterbatasan aksesibilitas, dan hambatan konektivitas, yang membuat jumlah wisatawan yang datang ke Indonesia belum optimal.
Kenyamanan wisatawan dapat terpenuhi dengan adanya sarana, prasarana, dan fasilitas umum yang aman, bersih, dan tertib yang perlu disiapkan oleh setiap pengelola objek wisata di daerah destinasi wisata sehingga Citra destinasi wisata Indonesia pun akan semakin baik.
Akses menuju daya tarik wisata prioritas seperti Danau Toba, Raja Ampat, Pulau Komodo, dan Morotai masih terbatas, sehingga perlu dikembangkan dengan menambahkan sarana transportasi yang mudah dijangkau dari daerah asal wisatawan.
3). Kesiapan Masyarakat di Sekitar Destinasi Pariwisata yang Belum Optimal
Banyak daerah yang sudah dikenal wisatawan dan menjadi destinasi wisata Indonesia, namun tidak diimbangi oleh kesiapan masyarakat sekitar. Hal ini akan berakibat pada kurang terawatnya destinasi wisata, kurang profesionalnya pengelolaan destinasi wisata, serta eksploitasi berlebihan dari destinasi wisata. Untuk mencegah timbulnya masalah tersebut, diperlukan pemberdayaan masyarakat di daerah destinasi wisata Indonesia.
Pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan menanamkan nilai dan pemahaman akan tujuan pariwisata Indonesia dan memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat mengembangkan sendiri daerahnya sebagai daerah destinasi wisata Indonesia secara bertanggung jawab, serta turut memajukan pariwisata Indonesia.
4). Kemudahan Investasi yang Masih Belum Optimal
Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang prospektif merupakan nilai tambah penting yang akan dapat meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia. Namun demikian, potensi tersebut menjadi tidak memiliki arti manakala berbagai hambatan iklim usaha masih terjadi. Keruwetan birokrasi dan proses yang berbelit yang masih terjadi di sejumlah daerah menjadi catatan tersendiri yang membuat para investor masih enggan untuk melakukan investasi.
Hal ini perlu ditangani dengan berbagai langkah misalnya dengan membuat kebijakan yang mempermudah proses investasi dengan tetap memperhatikan daerah destinasi disertai pengawasan kepada proses tersebut.
5). Sinergi Kemitraan Pemasaran Masih Belum Optimal
Banyaknya Asosiasi dan organisasi yang bergerak di bidang pariwisata antara lain seperti ASITA, GIPI, PHRI, yang belum bersinergi dengan program kerja pemerintah sehingga menghambat pengembangan public-private partnerships (PPP). Hal ini akibat perbedaan tujuan dan kepentingan yang justru menghambat usaha pemerintah dalam memasarkan pariwisata.
Potensi Destinasi Pariwisata
Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam hal destinasi pariwisatanya. Di antaranya adalah: 1). Kekayaan dan Keragaman Sumber Daya Pariwisata Nasional, 2). Pertumbuhan Pembangunan Infrastruktur dan Konektivitas Antar Wilayah dan Destinasi, 3). Indonesia Sebagai Negara Tujuan Investasi yang Prospektif, dan 4). Atensi dan Sikap Positif Masyarakat Terhadap Kepariwisataan Serta Potensi Wilayah Pedesaan
Destinasi pariwisata dikembangkan atas dasar potensi daya tarik wisata yang dikembangkan secara sinergis dengan pengembangan fasilitas wisata, fasilitas umum, aksesibilitas/ sarana prasarana serta pemberdayaan masyarakat dalam sistem yang utuh dan berkelanjutan. Dalam konteks pengembangan destinasi pariwisata, terdapat sejumlah potensi sekaligus sebagai kekuatan Indonesia untuk dapat berkembang sebagai destinasi pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan, antara lain:
1). Kekayaan dan Keragaman Sumber Daya Pariwisata Nasional
Kekayaan sumber daya alam dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia sangatlah besar dan dapat diberdayakan untuk mendukung pengembangan kepariwisataan nasional. Potensi dan kekayaan sumber daya alam dan budaya tersebut baru sebagian kecil saja yang telah dikelola dan dikembangkan sebagai daya tarik wisata dan menjadi magnet untuk menarik kunjungan wisatawan mancanegara maupun menggerakkan perjalanan wisatawan nusantara. Indonesia yang dihuni oleh lebih dari 300 suku bangsa, dan memiliki 742 bahasa dan dialek serta segala ekspresi budaya dan adat tradisinya merupakan laboratorium budaya terbesar di dunia.
Sejumlah karya dan peninggalan budaya tersebut telah diakui dunia sebagai world cultural heritage sites (8 warisan budaya). Indonesia yang memiliki 51 taman nasional, merupakan negara mega biodiversity ke-3 setelah Brazil dan Zaire, yang memiliki keanekaragaman hayati yang begitu besar, antara lain mencakup: 35 spesies primata, 25% endemic; Indonesia menjadi habitat dari 16% binatang reptil dan amfibi di dunia; Indonesia menjadi habitat dari 17% burung di dunia, 26% endemic.
Kekayaan sumber daya wisata alam dan taman nasional tersebut memberikan potensi yang sangat besar bagi pengembangan wisata alam maupun ecotourism atau green tourism sebagai salah satu bentuk wisata alternatif yang menjadi tren dunia saat ini dan ke depan.
Indonesia merupakan negara yang berada pada jalur cincin api (ring of fire) yang aktif di dunia dengan persebaran gunung yang paling banyak di dunia. Kekayaan potensi geologi dan kegunungapian tersebut menjadi modal yang sangat besar bagi pengembangan wisata minat khusus petualangan (geotourism) Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kaitan sejarah dengan momentum-momentum penting dalam sejarah peradaban dunia, antara lain penjelajahan Laksamana Cheng Ho yang fenomenal, penjelajahan Sir Arthur Wallacea (operation Wallacea), jalur pelayaran sutera (silk route), jalur rempah dunia (spice route), dan berbagai kaitan sejarah masa lalu.
Kekayaan potensi momentum-momentum sejarah penting dunia tersebut menjadi modal yang sangat besar bagi pengembangan wisata minat khusus melalui pengembangan simpul-simpul dan koridor jejak perjalanan tersebut, yang sekaligus akan mengaitkannya dengan negara-negara pangsa pasar yang memiliki kaitan sejarah dan emosional dengan daya tarik tersebut.
Melihat keanekaragaman sumber daya alam dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia, Kemenparekraf/Baparekraf menetapkan fokus pengembangan produk wisata Indonesia dalam 3 (tiga) kategori, yaitu produk wisata alam, budaya, dan buatan, dengan persentase performansi yang memperlihatkan size, spread, dan sustainability pada posisi saat ini.
Proyeksi dan upaya pengembangan terhadap portofolio produk ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan sumber daya melalui diversifikasi, diferensiasi, dan positioning produk yang di dalamnya terdiri dari sejumlah produk- produk wisata yang spesifik.
2). Pertumbuhan Pembangunan Infrastruktur dan Konektivitas Antar Wilayah dan Destinasi
Konektivitas in frastruktur destinasi pariwis ata merupakan salah satu faktor untuk menentukan kualitas pengembangan destinasi pariwisata. Komitmen nasional dalam pembangunan infrastruktur dilaksanakan melalui Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional menyebutkan bahwa dalam rangka percepatan pelaksanaan proyek strategis untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan upaya percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Proyek strategis nasional mencakup pembangunan infrastruktur darat, laut dan udara serta penyeberangan yang bermuara pada kemudahan mobilitas wisatawan sebagai dampak dari terbangunnya konektivitas antar daerah. Selain itu, sejak 2018, pemerintah telah menyusun Integrated Tourism Master Plan (ITMP) Kawasan Strategis P ariwisata Nasional Danau Toba, Borobdur dan Lombok yang nantinya akan menjadi acuan pedoman pembangunan bagi kementerian / lembaga untuk membangun kawasan pariwisata tersebut.
3). Indonesia sebagai Negara Tujuan Investasi yang Prospektif
Prospek dan peluang investasi bidang pariwisata di Indonesia menunjukkan bahwa kondisi bisnis dan ekonomi nasional yang terus membaik pasca krisis ekonomi global telah membuat kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia semakin bagus, sehingga Indonesia menjadi negara tujuan investasi yang prospektif. World Investment Prospects Survey 2014- 2016 melaporkan bahwa dari 159 respon eksekutif Perusahaan Transnasional (TNC) dari negara-negara maju dan/atau berkembang, prospek untuk berinvestasi di Indonesia menduduki peringkat ke-3 (tiga) atau cukup prospektif.
Tentu hal ini berkaitan dengan keberlanjutan (sustainability), dimana penilaian Indonesia pada daya saing yang berkelanjutan sangat penting untuk prospek investasi, mengingat bahwa investasi adalah salah satu komponen dalam PDB dan pertumbuhannya.
Secara umum, ada 3 (tiga) hal pokok yang selalu menjadi pertimbangan pengusaha dalam melakukan investasi:
Stabilitas politik dan keamanan yang memberikan kepastian berusaha.
Birokrasi yang luwes dan proaktif, sehingga bisa melayani keinginan pengusaha tetapi tetap dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
Mampu memberikan iklim yang kondusif untuk berusaha, sehingga pengusaha dapat memperoleh keuntungan, karena perusahaan bukanlah badan sosial.
Namun demikian, investasi kepariwisataan saat ini relatif belum optimal untuk menggerakkan industri pariwisata secara lebih merata di berbagai wilayah provinsi dan destinasi pariwisata di Indonesia. Saat ini kegiatan investasi sebagian besar masih terkonsentrasi di Bali, Jawa dan Batam dengan dominasi jenis usaha di bidang perhotelan, restoran, dan tranportasi.
4). Atensi dan Sikap Positif Masyarakat terhadap Kepariwisataan serta Potensi Wilayah Pedesaan
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang ramah. Karakter keramahtamahan masyarakat Indonesia telah dikenal luas oleh masyarakat dunia, sehingga hal tersebut merupakan modal yang sangat penting dalam konteks kepariwisataan, mengingat esensi pariwisata adalah hubungan interaksi antara wisatawan sebagai tamu (guest) dengan masyarakat atau penduduk setempat sebagai tuan rumah (host).
Berdasarkan laporan tahunan statistik Indonesia yang diterbitkan BPS tahun 2019, penduduk Indonesia tersebar di 98 kota dan 83.931 desa yang terletak di lembah, lereng dan hamparan. Hal tersebut menegaskan bahwa distribusi penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di wilayah perdesaan/rural area.
Potensi penduduk di wilayah pedesaan dengan karakter kehidupan yang khas dan terbangun dari budaya yang hidup dalam masyarakat lintas generasi juga merupakan potensi dan kekuatan dalam kerangka pengembangan daya tarik wisata untuk meningkatkan diversifikasi daya tarik serta daya saing pariwisata Indonesia.
Potensi daya tarik yang sebagian besar ada di daerah perdesaan apabila mampu dikelola melalui pendekatan pembangunan kepariwisataan berkelanjutan secara terpadu dan berkelanjutan, sangat dimungkinkan dapat memberi nilai tambah tidak saja dari aspek ekologis, edukatif, dan aspek sosial budaya, tetapi juga nilai tambah dari aspek rekreatif dan aspek ekonomis yang bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa, sekaligus meminimalisir tingkat kemiskinan dan kesenjangan pembangunan di perdesaan.
Pengembangan wisata berbasis pedesaan (desa wisata) akan menggerakkan aktivitas ekonomi pariwisata di pedesaan yang akan mencegah urbanisasi masyarakat desa ke kota. Pengembangan wisata pedesaan akan mendorong pelestarian alam (al. bentang alam, persawahan, sungai, danau) yang pada gilirannya akan berdampak mereduksi pemanasan global.
Sumber: Permenparekraf No. 12/2020 tentang Renstra Kemenparekraf 2020-2024
Comentarios