Dadang Solihin
Deputi Gubernur DKI Bidang Budaya dan Pariwisata
Permasalahan Pemasaran Pariwisata
Dalam kerangka pengembangan pemasaran pariwisata, terdapat beberapa permasalahan yang menjadikan promosi pariwisata Indonesia belum optimal yaitu: 1). Belum Adanya Acuan Riset Pasar yang Komprehensif, 2). Strategi Komunikasi Pemasaran yang Belum Terpadu, 3). Sinergi Kemitraan Pemasaran Masih Belum Optimal, 4). Kegiatan Promosi Masih Berjalan Parsial, 5). Daya Saing Pariwisata Indonesia Masih Belum Kuat
1). Belum Adanya Acuan Riset Pasar yang Komprehensif
Dalam menetapkan target pasar wisatawan nusantara dan mancanegara masih belum mengacu kepada riset pasar yang dilakukan secara komprehensif. Hal ini dapat terlihat dari penetapan fokus pasar yang belum mengacu pada analisis pasar yang dilakukan. Hal ini disebabkan belum adanya pembobotan terhadap variabel yang menjadi penilaian dalam menentukan fokus pasar baik wisatawan mancanegara, maupun wisatawan nusantara.
Penetapan pasar wisatawan mancanegara dan nusantara baru berdasarkan desk analysis yang diambil dari BPS dan sumber-sumber referensi yang akurat antara lain dari UNWTO, WEF, serta sumber - sumber referensi lain yang relevan sehingga belum mencapai pada kedalaman informasi yang diharapkan.
2). Strategi Komunikasi Pemasaran yang Belum Terpadu
Branding pariwisata Indonesia (Wonderful Indonesia) masih belum terpublikasikan secara optimal di berbagai negara pasar utama dan potensial pariwisata Indonesia. Hal ini juga ditimbulkan oleh tidak konsistennya branding pariwisata yang digunakan, sehingga product awareness dari calon wisatawan pada negara-negara pasar utama dan potensial terhadap produk dan destinasi pariwisata Indonesia masih lemah bila dibandingkan dengan negara-negara pesaing Indonesia.
Indonesia juga belum memiliki suatu strategi komunikasi pemasaran pariwisata terpadu yang dapat digunakan oleh Pemerintah maupun para pemangku kepentingan pariwisata Indonesia dalam melakukan aktivitas pemasaran pariwisata Indonesia. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi belum optimal dalam mempromosikan citra pariwisata Indonesia di dunia internasional.
Hal ini karena banyaknya pemangku kepentingan pariwisata yang belum memiliki kesadaran serta tidak memiliki kemampuan untuk menyikapi tren perkembangan teknologi, informasi, dan media sosial tersebut.
3). Sinergi Kemitraan Pemasaran Masih Belum Optimal
Banyaknya Asosiasi dan organisasi yang bergerak di bidang pariwisata antara lain seperti ASITA, GIPI, PHRI, yang belum bersinergi dengan program kerja pemerintah sehingga menghambat pengembangan public-private partnerships (PPP). Hal ini akibat perbedaan tujuan dan kepentingan yang justru menghambat usaha pemerintah dalam memasarkan pariwisata.
Permasalahan lainnya juga dapat terlihat dari belum efektifnya MoU-MoU kerja sama pemasaran pariwisata yang sudah disepakati antara pihak pemerintah dan juga asosiasi, serta organisasi yang masih belum berjalan dengan baik. MoU-MoU kerja sama bidang pemasaran pariwisata yang telah tertuang masih belum dilaksanakan secara optimal, komitmen industri dan asosiasi yang tertuang dalam MoU kerja sama masih dalam batas dokumen karena pada kenyataannya banyak kerja sama yang belum terimplementasikan dengan baik.
Masalah lainnya adalah mengenai pusat informasi kepariwisataan yang masih bersifat parsial terbatas lokasi karena Pusat Informasi Kepariwisataan berskala nasional masih belum terbentuk. Kebutuhan akan adanya pusat informasi kepariwisataan merupakan hal yang sangat penting bagi wisatawan dalam mengunjungi suatu destinasi pariwisata (kebutuhan pengisian bahan informasi pariwisata).
Selain itu Indonesia juga telah memiliki tenaga perwakilan di 14 negara yang telah ditunjuk sebagai VITO, namun tenaga perwakilan tersebut bukanlah tenaga yang khusus bekerja dalam memasarkan pariwisata Indonesia saja, sehingga diperlukan penguatan terhadap peran VITO. Di sisi lain, belum adanya kantor perwakilan Pemasaran Pariwisata Indonesia (ITPO: Indonesia Tourism Promotion Office) di fokus pasar menjadi salah satu kendala dalam mengoordinasikan, memperluas dan mengefektifkan upaya penetrasi pasar wisatawan di negara-negara tersebut.
4). Kegiatan Promosi Masih Berjalan Parsial
Event-event yang berskala nasional dan internasional masih terbatas karena banyak daerah yang mempunyai event- event daerah yang menarik namun belum menetapkan kepastian waktu pelaksanaan dan belum mampu mengemas event secara profesional sehingga kemasannya kurang menarik, juga belum semua daerah mempunyai aksesibilitas maupun sarana dan prasarana penunjang yang memadai untuk layak dipromosikan baik secara nasional dan internasional, sehingga event-event daerah secara pelan- pelan perlu didukung dan didorong agar dapat dikemas secara lebih menarik dan mulai dipromosikan secara nasional maupun internasional.
Dalam mempromosikan pariwisata Indonesia, belum semua program dibuat secara terpadu sehingga diperlukan keterpaduan program antar pemerintah pusat dan daerah, maupun masyarakat dalam mengemas program yang kreatif dan inovatif, juga keterpaduan media promosi agar gaung promosinya makin meluas dengan memanfaatkan komunitas-komunitas untuk promosi serta sinergitas program/kegiatan yang sifatnya nasional maupun internasional dengan promosi pariwisata bersama secara co-marketing.
5). Daya Saing Pariwisata Indonesia Masih Belum Kuat
Berdasarkan hasil TTCI 2019 Indonesia, indikator safety and security berada pada #80, health and hygiene #102, Environmental Sustainability #135, dan tourist service infrastructure #98 dari 140 negara. Dari sekian banyak tantangan yang harus ditangani adalah terkait indikator safety, dimana Indonesia sering mendapat Travel Advisory dari negara negara pasar yang mengakibatkan usaha untuk melakukan promosi menjadi tidak efektif.
Potensi Pemasaran Pariwisata
Dalam kerangka pengembangan Pemasaran Pariwisata, terdapat sejumlah potensi yang telah berkembang sebagai modal utama dalam mendorong akselerasi pemasaran pariwisata, antara lain: 1). Potensi Pasar Wisman dan Wisnus yang Terus Tumbuh, 2). Citra Positif yang Terbangun Melalui Berbagai Event dan Peristiwa Penting, 3). Peran Media dan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang Adaptif, 4). Kemitraan Pemasaran yang Semakin Luas Dibangun di Kalangan Pelaku Pariwisata, 5) Promosi Indonesia yang Semakin Kuat yang Terfokus dan Media Promosi yang Semakin Beragam, 6). Brand Equity Wonderful Indonesia, dan 7). Berkembangnya Teori Terkait Konsep Pemasaran yang Baru
1). Potensi Pasar Wisman dan Wisnus yang Terus Tumbuh
Pasar wisatawan mancanegara yang terus tumbuh pesat setiap tahunnya dan potensi outbound yang tinggi dari sejumlah negara-negara pasar wisatawan menyediakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk menarik kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Demikian halnya dalam konteks wisatawan nusantara, semakin meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat untuk melakukan perjalanan merupakan pasar yang semakin terbuka dalam meningkatkan perjalanan wisatawan nusantara.
Kemenparekraf/Baparekraf melakukan analisis terkait pasar luar negeri sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengembangan pasar pariwisata. Analisa tersebut didasarkan pada jumlah kunjungan wisman, tingkat pertumbuhan, penerimaan devisa, dan rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan. Terutama dengan target devisa yang cukup besar di RPJMN 2020-2024, maka rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan menjadi salah satu variabel yang menentukan dalam melakukan analisis target pasar.
Analisis pasar dalam dan luar negeri selama ini dilakukan berdasarkan referensi data sekunder, yaitu BPS, UNWTO, WEF, dan data global travel analytics lainnya. Selain itu, Market intelligence juga sudah dilaksanakan oleh Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) untuk mencari data dan informasi terkini tentang pasar yang nantinya akan digunakan untuk penguatan analisis dan strategi pasar sebagai bahan pengambilan keputusan.
2). Citra Positif yang Terbangun melalui Berbagai Event dan Peristiwa Penting
Citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman dan berdaya saing perlu terus dibangun melalui berbagai cara, sehingga pencitraan positif akan terus terangkat dan terinformasikan secara luas, untuk mendorong wisatawan memiliki minat dan motivasi berkunjung ke Indonesia.
Berbagai event dan peristiwa politik maupun pencapaian- pencapaian tertentu di bidang pariwisata turut berkontribusi besar dalam pengembangan Citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata, diantaranya adalah kesuksesan pelaksanaan ASIAN Games 2018 dan kelancaran proses pelaksanaan Pemilu Presiden tahun 2019 menjadi bukti kondisi tersebut.
Di sisi lain pencitraan positif didukung oleh semakin banyaknya destinasi pariwis ata Indonesia yang memperoleh berbagai kategori apresiasi/penghargaan sebagai destinasi pariwisata internasional dari media internasional, contohnya Indonesia berada diperingkat 1 The Best Countries in the World: 2019 Readers’ Choice Awards. Penghargaan ini dikeluarkan Conde Nast Traveler, 8 November 2019, melalui situs cntraveler.com.
Selain itu, Rough Guides--situs pemandu perjalanan asal Inggris, menetapkan Indonesia masuk peringkat enam sebagai negara paling indah di dunia melalui berdasarkan voting atau pemilihan suara warganet dari seluruh dunia.
3). Peran Media dan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang Adaptif
Di sektor media, juga ditandai dengan semakin banyaknya media (elektronik/cetak/online) dan perusahaan pembuat film yang melakukan peliputan/pembuatan program/film di berbagai destinasi wisata di Indonesia, misalnya film Eat Pray Love, The Philosopher, American Next Top Model, Kohlanta, dsb. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia memiliki potensi dan kekayaan serta nilai jual yang tinggi.
Dengan adanya tren teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang sangat pesat saat ini, maka berbagai informasi mengenai produk dan destinasi pariwisata dapat disampaikan pada calon wisatawan melalui berbagai metode baru misalnya melalui media travel blog, online media sosial, aplikasi pada tablet/smartphone, dsb. Khusus media sosial, penetrasi yang tinggi menjadikan media sosial sebagai media pemasaran yang menjanjikan.
Tingginya jumlah pengguna media sosial baik di dunia maupun di Indonesia, dan sifatnya yang memungkinkan komunikasi dua arah, saling berbagi konten dan informasi serta jangkauannya yang luas menjadikan media sosial sebagai salah satu media promosi ideal bagi industri pariwisata pada umumnya dan Kemenparekraf pada khususnya. Melaui media sosial, Kemenparekraf dapat melakukan promosi/pemasaran, campaign, menyebarkan informasi terkait produk, event kepariwisataan, dan destinasi pariwisata kepada calon wisatawan secara efektif dan efisien.
Dengan strategi media sosial yang tepat dan eksekusi strategi yang baik, maka Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif beserta industri pariwisata di Indonesia dapat meningkatkan awareness dan citra positif pariwisata nasional sehingga jumlah kunjungan dan pergerakan wisatawan mancanegara dan nusantara akan meningkat.
4). Kemitraan Pemasaran yang Semakin Luas Dibangun di Kalangan Pelaku Pariwisata
Salah satu kunci penting dalam strategi pemasaran adalah dikembangkannya kemitraan pemasaran di antara para pelaku pariwisata, baik antara Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah dengan swasta maupun antar pelaku industri pariwisata di sektor swasta. Kemitraan pemasaran dilaksanakan dalam bentuk co-marketing dan co-branding atau keterlibatan public-private partnership dalam memasarkan pariwisata, yang akan mampu memperluas jangkauan target pemasaran serta meningkatkan kualitas kinerja dan mengefektifkan sumber daya yang dimiliki pemerintah dari segi pembiayaan pelaksanaan kegiatannya.
Dengan banyaknya asosiasi dan industri pariwisata yang berdiri antara lain: PHRI, ASITA, GIPI, dan sebagainya, pembangunan kepariwisataan mampu memberikan dampak yang sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam kontribusi peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat di suatu destinasi pariwisata. Co-marketing mampu menimbulkan kesadaran kepemilikan stakeholder pariwisata untuk bekerja sama dan memajukan pariwisata Indonesia.
Indonesia juga telah memiliki tenaga perwakilan yang telah ditunjuk sebagai Visit Indonesia Tourism Officers (VITO) yang merupakan tenaga ahli bidang pemasaran dalam membantu memasarkan pariwisata Indonesia di luar negeri. VITO tersebut tersebar di 23 kota di 14 negara yang menjadi fokus pasar wisatawan mancanegara.
Banyaknya kerja sama di bidang pemasaran pariwisata yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) baik dari dalam dan luar negeri terkait kerja sama dalam memasarkan pariwisata Indonesia menunjukan banyak pihak yang tertarik terhadap kepariwisataan dan juga ingin mengembangkan kepariwisataan Indonesia.
5). Promosi Indonesia yang Semakin Kuat yang Terfokus dan Media Promosi yang Semakin Beragam
Promosi sebagai cara untuk memasarkan produk dan menumbuhkan minat wisatawan untuk berkunjung dan melakukan perjalanan ke Indonesia atau perjalanan lintas daerah akan dapat dikembangkan lebih terfokus dengan adanya penetapan terhadap fokus dan prioritas destinasi pariwisata yang dikembangkan/Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) serta fokus pasar wisatawan baik mancanegara maupun nusantara. Fokus tersebut sebagai dasar dalam memilih strategi promosi yang dibuat mencapai target sasaran dan juga informasi yang dibutuhkan pasar terhadap destinasi pariwisata Indonesia.
Keberagaman dan kesiapan sejumlah destinasi pariwisata Indonesia yang menawarkan daya tarik wisata massal maupun daya tarik wisata alternatif/ minat khusus merupakan modal yang semakin besar untuk mendukung promosi destinasi pariwisata Indonesia yang semakin beragam di sejumlah wilayah, tidak terpaku hanya di Bali saja, namun sudah meluas di Lombok, Nusa Tenggara Timur (Komodo, Kelimutu), Papua (Raja Ampat), Sulawesi (Toraja, Wakatobi, Bunaken), Kalimantan (Derawan, Tanjung Puting), dan Sumatera (Batam, Bintan, Toba, Nias, Mentawai).
Pelaksanaan Otonomi Daerah menjadi salah satu hal yang menjadi potensi dalam membantu memasarkan destinasi pariwisata karenanya banyak daerah yang berusaha untuk mempromosikan daerahnya dengan keunikan masing- masing sebagai salah satu tujuan wisata. Banyaknya event daerah yang menarik dengan lokalitas yang tinggi dapat ditawarkan kepada wisatawan yang datang, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Beberapa daerah sudah memiliki sarana pusat informasi pariwisatanya sendiri, sehingga mampu untuk memasarkan dan menginformasikan mengenai keberagaman destinasi wisata yang dimiliki daerahnya. Media promosi saat ini berkembang semakin luas dengan berkembangnya New Media Marketing yang mengacu pada pemanfaatan serangkaian teknik pemasaran modern (berbasis internet) dan penggunaan teknologi informasi yang dinilai lebih efisien tetapi efektif dalam menjangkau segmen pasar yang lebih luas.
Model penggunaan media pemasaran melalui look, book, pay diantaranya adalah berbagai situs yang menjual secara online berbagai produk pariwisata dan jasa pelayanan pendukungnya seperti tiket penerbangan, akomodasi, serta paket wisata. Kemudian juga penggunaan media sosial sebagai sarana promosi seperti media travel blog, online social media, facebook, twitter, youtube, dan blog, aplikasi pada tablet/smartphone, dsb.
6). Brand Equity Wonderful Indonesia
Salah satu alat ukur citra kepariwisataan suatu negara adalah Country Brand Ranking yang dipublikasikan oleh Bloom Consulting. Country branding Wonderful Indonesia masuk dalam Top 10 Asia pada tahun 2019 Country branding Wonderful Indonesia mencerminkan positioning dan differentiating Pariwisata Indonesia.
Pemeringkatan pariwisata disusun mempertimbangkan 4 (empat) variabel, yaitu:
Kinerja perekonomian dari sektor pariwisata suatu negara yang dihitung berdasarkan statistik pariwisata internasional dari UNWTO, yang terdiri dari penerimaan pariwisata, yaitu rata-rata total penerimaan pariwisata tahunan dari wisatawan mancanegara di suatu negara, dan pertumbuhan penerimaan pariwisata, yaitu rata-rata pertumbuhan total penerimaan pariwisata tahunan dari wisatawan mancanegara di suatu negara.
Digital Demand (D2)/ Permintaan Digital yang mengukur volume pencarian total secara daring terhadap aktivitas dan daya tarik pariwisata. Semakin banyak pencarian daring mengenai pariwisata, maka semakin menarik brand dari negara tersebut.
Country Brand Strategy (CBS Rating) yang mengukur akurasi strategi Branding pariwisata suatu negara.
Kinerja daring dari brand suatu negara.
Untuk memperkuat branding, Indonesia akan meluncurkan National Branding yang akan digunakan untuk semua Kementerian/Lembaga, dan saat ini sedang dilakukan kajian untuk National Branding tersebut.
7). Berkembangnya Teori Terkait Konsep Pemasaran yang Baru
Teori pemasaran terbaru saat ini yaitu Marketing 4.0. Didorong oleh perkembangan teknologi yang memungkinkan proses produksi, pemasaran, distribusi dan sebagainya menjadi lebih efektif dan efisien. Pendekatan Marketing 4.0 mengombinasikan interaksi online dan offline antara perusahaan dengan pelanggan. Konektivitas digital memungkinkan hubungan yang lebih cepat dengan jangkauan yang luas serta pemilihan alokasi yang lebih optimal antara pelaku bisnis terhubung dengan akses permodalan dan pasar yang lebih berkembang. Selain memberikan kemudahan dengan akses konektivitas yang lebih cepat dan luas, digital marketing juga memiliki risiko yang harus dihadapi terhadap keadaan sesudah transaksi seperti pembeli dan penjual yang itikad baiknya belum tentu sesuai harapan serta layanan setelah pembelian serta pertanggungjawaban yang diragukan. Marketing 4.0 juga mengombinasikan antara style dan substance yang artinya merek tidak hanya mengedepankan branding bagus, tetapi konten yang relevan dengan pelanggan atau menyuguhkan konten yang bagus dan up-to-date.
Penggunaan media online dan offline yang menggambarkan kondisi suatu destinasi pariwsata nusantara yang up-to- date dan bagus sangat penting. Dengan penggunaan media online, pengunjung dapat melihat penilaian dan kondisi sebenarnya dari pengunjung lainnya selain dari informasi yang diberikan oleh pemerintah dan pengelola objek wisata.
Kemenparekraf/Baparekraf dapat mengadopsi konsep Marketing 4.0 untuk menarik wisatawan ke Indonesia. Namun, konsep Marketing 4.0 memiliki risiko yang berasal dari penggunaan teknologi online yaitu maraknya cyber Army atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan tertentu untuk menyebarkan keresahan atau berita bohong yang tujuannya mengganggu stabilitas dan merusak persaingan usaha yang sehat. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian pemerintah atau Kemenparekraf/Baparekraf dan para pelaku usaha pariwisata untuk mengonfirmasi setiap isu yang diragukan kebenarannya.
Sumber: Permenparekraf No. 12/2020 tentang Renstra Kemenparekraf 2020-2024
Comments