top of page
Search
Writer's pictureDadang Solihin

Webinar MBKM UI, E-Voting Diyakini Solusi Terbaik Hadapi Era Disrupsi

Sumber: Kosadata

Dalam menjawab keadaan rumit ini kolaborasi dan komunikasi dalam sebuah organisasi atau lembaga menjadi sangat penting Fatma Lestari, Direktur Pusat Riset & Respon Bencana Universitas Indonesia

KOSADATA – Direktur Pusat Riset & Respon Bencana Universitas Indonesia, Fatma Lestari mengungkapkan, pandemi COVID-19 telah memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberlangsungan industri dalam dunia yang terus berubah dengan cepat. Kehidupan dunia saat ini, ungkapnya, ada dalam kondisi VUCA atau Volatile, Uncertain, Complex dan Ambigue. Suatu keadaan yang begitu labil naik turun, tidak ada kepastian, rumit dan membingungkan. “Kebingungan atau ambigue terjadi saat ini disebabkan salah satunya karena dugaan model linier sebab-akibat tidak lagi relevan, tidak lagi mudah membuat strategic planning jangka panjang atau bahkan jangka pendek sekalipun. Dalam menjawab keadaan rumit ini kolaborasi dan komunikasi dalam sebuah organisasi atau lembaga menjadi sangat penting,” ujar Fatma Lestari, Sabtu (11/12/2021). Hal ini diungkapkan Fatma dalam webinar Kolaborasi Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) yang digelar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Pusat Riset & Respon Bencana (DRRC UI), Ikatan Alumni Lemhannas Komprov DKI Jakarta dan PT. Biro Klasifikasi Persero (Persero). Webinar ini merupakan kelanjutan dari webinar sebelumnya dengan tema “Digital Transformation in Government: Now or Never”. Dalam webinar itu, salah satu topik yang dibahas yakni praktik terbaik dari Kepemimpinan Era Disrupsi di Desa adalah pelaksanaan e-voting dan quick real count berbasis android pada sejumlah Kabupaten/Kota di Indonesia.

Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Rachma Fitriati memberikan contoh e-Voting pada era Disrupsi sebagai contoh pergeseran Kepemimpinan Era Digital ke Kepemimpinan Era Disrupsi di Pilkades Aman COVID-19. “Pesta demokrasi di desa yang selama ini identik dengan keramaian dan pelibatan penuh masyarakat desa untuk memilih Kepala Desa setiap 6 (enam) tahun sekali, tiba-tiba harus mengalami penundaan,” kata Rachma Fitriati. Seharusnya, lanjut Rachma, Pilkades Serentak dilakukan di 14.705 desa pada 236 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2021. Namun karena pandemic COVID-19 yang melanda dunia, maka baru 165 Kabupaten/Kota di 11.125 Desa yang melaksanakan. “Pada kurun waktu 2 bulan sejak 9 Agustus 2021, sebanyak 61 Kabupaten/Kota, 3.541 Desa menunda pelaksanaan Pilkades.Sebanyak 28 Kabupaten/Kota di 1.456 Desa belum melaksanakan, serta 42 Kabupaten/Kota menunda pelaksanaan Pilkades Serentak pada tahun 2022,” jelasnya. Pada sektor lainnya, Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata, Dadang Solihin mencontohkan era disrupsi terjadi di sektor pariwisata. Menurutnya, era disrupsi juga dapat terjawab melalui fenomena VUCA dan BANI.


“Dalam industri pariwisata di DKI Jakarta, misalnya, semua hal yang meliputi rantai nilai industri pariwisata sudah berbasis digital, apabila ada yang belum, sudah menuju ke sana. Tak hanya sektor wisata, untuk kegiatan sehari-hari, seperti memesan makanan, ojek juga sudah berbasis digital,” kata Dadang. “Yang paling penting menurut saya adalah bagaimana customer experience analytic, rating, data analytic menjadi salah satu alat yang smart dalam rangka memberikan kebijakan pengembangan pariwisata,” tambahnya.

Ketua IKAL Lemhannas Komprov DKI Jakarta, Sylviana Murni yang juga Anggota DPD RI asal Jakarta menegaskan, kondisi VUCA sudah dijadikan sebagai asumsi dalam perencanaan. Menurutnya, organisasi dan juga individu harus mampu menjawab masing-masing akronim itu. “Untuk menjawab volatilitas atau perubahan naik turun yang super cepat, kita dituntut untuk mampu mendeskripsikan visi masa depan secara lebih jelas (clear vision),” tegasnya. Sedangkan kondisi ketidakpastian atau Uncertain, kata Sylviana Murni, mengharuskan kita dengan sangat cepat harus segera memahami lingkungan (situasi sekitar kita) dengan sebanyak mungkin mengolah informasi. Sementara itu, CHRO BUMN dan HR Professional di BUMN dan MNC Rozainbahri menyampaikan, digital leadership yang mesti dibangun dengan menjadi pemimpin yang neophiliacs atau tidak takut dalam sebuah perubahan, berani untuk mendorong sesuatu yang baru. “Pemimpin digital tak perlu khawatir karena digitalisasi tidak selalu dengan invensi baru, tidak menerima saja batasan yang ada di perusahaan,” kata peserta Digital Leadership Academy 2021 ini. “Inovasi bukan hanya sebuah kreativitas, karena inovasi berjalan dengan proses yang ada dibaliknya. Bahayanya jika kita berbicara inovasi sebagai kreativitas, biasanya ujung tombaknya tidak ketemu untuk memberikan impact,” imbuhnya. Seorang digital leaders, kata dia, harus membangun tim yang mempunyai AQ (Addversity Quotient) yang tinggi, selain IQ (Intellegence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). AQ adalah seseorang yang harus punya kemampuan di saat keterpurukan, mampu untuk bangkit kembali. “Menilai kemampuan seseorang tidak cukup dari EQ dan IQ, dibutuhkan juga AQ untuk melihat seberapa tangguh seseorang dalam posisi tertekan, bagaimana dia beroperasi dalam tekanan tinggi dan ini bukan menyangkut individu tetapi timnya yang keluar dari tekanan,” tandasnya.

1 view0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


bottom of page